Minggu, 25 April 2010

GADIS GLADIOL

kertas –kertas itu terbang .. dibawa angin dengan tenang.

Fikiranku pergi jauh berkelana ke tempat angin membawa orang –orang yang ku cinta ke dunia tanpa nyawa. Harum semerbak beberapa kamboja tak mengizinkan aku untuk pulang dan kembali. Namun, musim sudah berlalu dan ku biarkan engkau menjauh, bersama kawanan yang menantimu. Kini, ku putuskan untuk mengangkat tangan dan sedikit menggoyangkannya, aku akan kembali .. ke tempat yang semestinya. Bersama pria –pria yang lainnya.

Aku terbangun dari mimpi yang menurutku terlalu menyakitkan.
Aku hanya tersenyum, membuka mata dan berkata selamat jalan Ayah ..

Tak lama, lalu ku angkat tubuhku yang terbaring lemas di hamparan ilalang panjang. Bel berbunyi saat baru saja akan ku langkahkan kaki. Beberapa anak sudah pulang saat ku sampai di depan pintu kelas, segera ku ambil tas dan bergegas.

“Jadi .. Hari ini bolos lagi ..!!” sahut suara yang sama sekali tidak lembut dari dalam sana.
“Peduli ya ..!” aku membalikan badan untuk memastikan itu adalah Ara.
“Hey.. anak mami. !! Pantas ibumu kasih nama Bara .. ughhh! Pemarah ….” Suaranya mengganggu, namun .. selalu ku tunggu.
“Jangan ganggu aku!!” nadaku mulai keras pada sahabatku itu.
“Hmm,.. jadii … anak mami marah nih?? Hahahahha, ngga kok .. bercanda. Mau kemana?”
jujur aku mengaguminya. Sosok perempuan yang kuat, tidak seperti ibuku.
“Pulang ..”
“Hah?? Pulang?? Sejak kapan pulang kerumah heh??!! Hahhahaha .. ..”
“Ah, berisik” acuhku pada kata-katanya.
“eh ,., tunggu –tunggu .. ikuuttt ..”

Ia ada .. di sampingku. Dengan segala macam canda dan tawa, selalu ada .. dan ku harap akan begitu selamanya.

***


Namaku Bara, umurku 16 tahun. Aku anak laki –laki satu –satunya dari ayahku yang pertama. Iya .. ibuku menikah lagi, saat ayah sudah masuk ke tempat peristirahatannya yang baru. Sebenarnya aku punya kakak, laki –laki juga, tapi ia pamit lebih awal jauh sebelum ayah yang pamit. Kurasa mereka akan bertemu disana. Dan aku tak harus memikirkan mereka akan kesepian, justru akulah yang kesepian. Pernah berfikir untuk menyusul tapi, ku urungkan niat saat bertemu dengan seorang sahabat. Ara .. gadis polos yang selalu ceria. Itulah dia yang selalu berisik namun asik. Umurnya sama denganku 16 tahun, kami satu kelas, tapi tak duduk bersama.
Ara dan aku hampir sama, kalau aku.. ayahku yang berpulang. Berbeda dengan Ara, ibunya meninggal saat ia baru saja lahir. Sungguh luka batin yang menyakitkan. Karena itulah aku selalu ingin menjaganya, memberikan kehangatan suatu keluarga, karena menurutku lukaku tak lebih parah darinya.
Tapi, apa yang terjadi ..?? Ara yang justru membesarkan hatiku saat luka –luka itu mulai terkorek dalam. Justru ia yang memberikan kehangatan padaku. Aku tak menyesal, karena aku berjanji pada diriku sendiri. Aku akan membuat Ara selalu di sampingku.


***



Bunyi mesin motorku terasa begitu nyaring hari ini, mungkin sudah harus masuk bengkel. Ara sadar dan sedikit mendorongku.
“Motor bobrok! .. udah tua ya mass?? Hahahhaha ..”
“Ye .. enak ajah, ini tuh motor mahal jadi, butuh perawatan lebih.”
“Trus,, kok ad bunyi –bunyian ?? hahahah .. bercanda ah! Udah .. buruan ..”
“Uh.. udah nebeng .. berisik lagi”
Tawanya lepas, sangat menyenangkan melihatnya. Melihat sahabat kecilku yang tak akan pernah berhenti tertawa –kurasa—jiwa ku tentram, hidupku damai saat dimana hanya ada aku dan Ara. Dengan mendengar suaranya saja aku bisa terlena dalam lautan gula, yang manis dan menyenangkan. Entahlah .. tapi, kurasa aku mulai menyukainya, bukan sekedar mengaguminya. Hanya dia yang mampu membuatku seperti ini, seperti tidak terkendali ..


Perjalan yang cukup menyenangkan bersama Ara ..
Dan .. sampailah kita ..

“Hey! Ini bukan rumahmu kan Bar?” Tanya Ara heran.
“Ya bukanlah! Ayo buruan turun. Berat tau ..” sahutku sambil membuka helm.
“Ini tempat apaan Bar??” Tanya dia masih heran.
“Ini peternakan sapi Ra ... hahahhaha!” tawaku melihat muka Ara yang kebingungan.
“Ih! Yang bener dong!”
“Ya elah non.,, ini tuh danau. D – a –n –a –u …tau ngga?”
“Iyah,.. tau. Tapi, maksudnya danau apa?? Trus ngapain kesini?”
“Udah jangan banyak tanya!”
Kadang Ara memang agak .. yah .. taulah .. menyebalkan.

Danau ini memang selalu sepi, tak banyak yang tau atau sekedar berminat pada danau kecil yang agak menyeramkan ini. Tapi, karena itulah aku suka. Sesuatu tanpa yang lainnya, kecuali Ara ..


***


Ara masih tanpak heran. Tapi, langkahnya terhenti, matanya berbinar .. bibirnya membentuk ekspresi tawa dan bahagia. Dan aku tahu apa yang sedang ia lihat. “Bunga Gladiol”. Aku tahu ia sangat suka bunga gladiol, tapi kurasa ia wanita yang cukup aneh . Kebanyakan perempuan kan lebih suka bunga mawar atau anggrek, tapi ia justru suka bunga gladiol
Sungguh orang yang aneh,
Aku pernah menanyakan mengapa ia suka bunga gladiol. Dan ia hanya menjawab. “karena aku suka”. Aku tak mengharapkan jawaban yang anak kecil saja tau. Beberapa lama aku masih terus meraba jawabnnya.

Menurutku ia berbeda …
Karena itulah ia special …

Aku menatapnya, sedang ia masih sibuk mengotak –atik bunga gladiolnya. Ia tampak jauh lebih manis hari ini. Dengan tampang yang agak serius dan membuat penasaran. Tak lama ia sadar kalau aku menatapnya, ia mendorongku hingga terjatuh dari dudukan kayu, tertawa .. hanya itu yang ia lakukan setelahnya.
Kami terus bercanda seperti kembali pada masa kecil yang jauh dari beban. Semua yang ku rasa hari ini tak akan pernah aku lupa. Di sini .. tempat dimana aku kehilangan orang –orang yang aku cinta.
Mereka pergi, meninggalkan aku dengan tangis yang tak henti. Aku ini laki –laki, aku kuat dan tak seharusnya aku menangis.

Aku mengenal Ara sejak kecil, saat umurku 7tahun. Ia datang bersama ibuku saat itu. Anak yang lugu, manis, dan menawan. Kami berteman akrab setelahnya, selalu bersama dalam suka ia selalu tertawa. Bahkan saat aku mulai kehilangan anggota –anggota keluargaku. Ia ada .. disampingku seperti saat ini. Selalu berusaha menghibur dengan segala macam cara. Namun, semua itu sudah selesai, pada tempat mereka masing –masing. Jadi, ku biarkan mereka pergi dengan Ara yang setia menemani.

***


“Apa nama tempat ini Bar?” Tanya Ara dengan bunga gladiol di tangannya.
“Gladiol ...” Jawabku dengan sedikit senyuman.
“Loh? Kok namanya sama dengan bunga ini.” Sambil menunjuk –nunjuk bunga yang ia pegang sedari tadi.
“Iya ,.. memang!” jawabku lagi
“Namanya bagus. Pas sekali dengan suasananya.”
“Kan aku yang kasih nama ..” sahutku.
“Eh! Jangan bercanda dong ..!” ia melihat kearah ku.
“Iya .. serius. Dari pada gak ada nama, mending minjem nama bunga mu ..” kali ini ku rasa aku membuatnya yakin.


Hari yang sungguh menyenangkan, bermain seharian bersama gadis gladiol itu.


***



Hari mulai gelap namun, matahari seperti enggan terlelap.

Aku diam, dalam lamunan panjang tentang perjalanan. Dengan tenang ku sandarkan bahu yang terasa begitu berat ini pada dudukan. Lalu .. ku pejamkan mataku, berharap ada kebahagian saat bangun nanti. Tapi, selama apapun aku memejamkan mata ini, tak pernah ku temui kebahagiaan yang selalu ku nanti.
Ku putuskan untuk kembali pada dunia yang telah memukulku terlalu keras. Kini. Ku tatap langit penuh cahaya yang meneranginya, tak sendiri. Karena itulah aku sadar, aku tak sendiri, masih banyak yang aku punya .. salah satunya adalah kau Ara. Aku tahu Ara lah yang membuatku menepis segala kegalauan hati yang menggerogoti.

Aku tersenyum ..
Mengingat segalanya tentang Ara, gadis kuat yang tak pernah berhenti menari di fikiranku. Berputar mengitari isi kepalaku yang penuh sampah –sampah kepedihan. Melompat di atas tebalnya debu kekacauan yang menumpuk. Merunduk mendekatkan diri pada dinding –dinding kotor yang telah lama tak di bersihkan.
Itulah Ara, sosok yang tak akan pernah aku lupa. Sosok yang memberikan warna dalam dunia hitam –putihku. Seorang sahabat yang terlalu aku cinta.

Tak lagi ingin ku berlari, hanya karena takut untuk kembali, aku tahu ini bukanlah tentang melarikan diri melainkan tentang cinta sejati.
Waktu tak semerta –merta mengizinkan aku mengerti apa itu cinta, entah .. tapi, ku rasa memang aku lah yang belum siap. Maka ajarilah aku bagaimana membuat diriku siap Ara … hanya dengan dirimu.


Ku ambil buku yang sedari tadi diam di sampingku,
Buku lebar yang tak terlalu besar, buku inilah saksi. Saksi dari kejamnya kata –kata hati. Pemberian ayah yang terakhir kala musin telah berakhir. Kemudian, ku ambil pasangannya. Sebuah pensil klasik yang tampak biasa saja. Tapi, tidak bagiku. Pensil inilah yang setia menemani buku. Pensil ini lah media curahan kata –kata hati yang tak tertampung lagi.
Semuanya berarti bersama sepi yang seakan tak mau pergi .


Hatiku gemericik, ..
Dipenuhi percikan demi percikan air cintamu. Namun, rasanya hangat oleh kehadiranmu. Ingin ku raih air itu, dan ku tumpahkan di danau hatiku, yang entah sudah berapa lama kering tak berair. Namun, sulit bagiku melakukannya seorang diri. Karena engkau seakan enggan tuk berlari menemuiku disini.
Musim bisa saja berlalu, dan matahari pun akan redup. Mereka bisa saja pergi, dan hidup jadi tak berarti. Tapi, tidak dengan dirimu, tak akan ku biarkan matahari membawamu. Tak akan ku biarkan mereka membawamu pergi. . Karena hidup jadi jauh semakin tak berarti. Dan tak ku inginkan hal itu terjadi.
Aku bisa saja berlari dan ku pastikan tak ada kau lagi, namun, tanah ini terlanjur basah oleh apa yang engkau sebut cinta

Apr 17,2009
23:07:00
Bara




Suatu hari akan ku berikan kertas ini pada Ara ..
Sesuatu yang berharga, yang ku toreh dengan tinta penuh cinta, di atas kertas putih tiada dua.


***


Dingin mulai merasuk, angin mulai menusuk celah –celah kecil dari rasa lunak yang rentah akan kecewa. Rasa yang sungguh tak dapat aku mengerti, sesuatu seakan melepuh dalam diri. Namun, raga terlanjur lelah tuk berlari.

Aku melihatmu, ..
Tersenyum dengan bayang –bayang gladiol di sekitarmu. Menari –nari dengan lembut, kemudian jatuh lemah di pangkuanmu. Kau menatapku, seketika darah dalam diri seakan pergi dan raga tak henti berlari, menuju cinta sejati. Kini, kita bersama dalam ramainya alam semesta ciptaan yang Maha Kuasa. Bersenandung sembari menari dalam hati.
Bangku yang cukup tua untuk saat ini. Kau tak duduk disampingku, melainkan duduk di atas mejaku. Tersenyum manja dan mengajakku bercanda. Ku petikkan beberapa senar dengan nada yang beraturan, ku lupakan sejenak hiruk pikuk seantero ruangan. Kau mulai bersenandung, dalam sepi yang hanya ada di khayalku, di iringi petikan –petikan lirih irama senar.

Aku tak mendengar apapun, kecuali suaramu, suara yang selalu membangunkan aku dari tidur kelam.
Aku tak melihat apapun, kecuali raut wajahmu, wajah yang selalu terpantul di mata lelahku.
Aku tak merasakan apapun, kecuali pesona indahmu, pesona yang selalu membuat aku getir oleh setiap getaran –getarannya.


Bara dalam namaku seakan menyala dan sulit rasanya dipadamkan.
Nada –nada indah mulai memaksa untuk keluar dan segera berucap menyatakan sesuatu yang bergejolak. Langkahku terhenti, pada satu titik yang menuntutku terbang ke tempatmu dan enggan tuk turun. Ku lihat seulas senyum itu, manis dan sedikit menggoda mengajakku kembali pada keadaan tanpa kepedihan.
Sayatan demi sayatan mulai tertutup dan menghilang, karena dirimu bersama segala kehangatanmu. Mataku terpejam .. dalam kelam ku berdesis,
“Aku benar –benar telah jatuh hati, pada gadis gladiol ini.”


***


“Ara!” panggilku pada gadis gladiol itu.
Ia berbalik namun tak menyahut sama sekali. Kemudian dia hentikan langkahnya,
segera ku percepat gerakan –gerakan kaki yang sebenarnya telah lelah berlari.
“Ada apa?” Tanya Ara datar.
Aku mencuri beberapa detik untuk bernafas.
“Pulang bareng?” tawarku padanya.
“Maaf, aku ada janji dengan seseorang. Jadi …” tuturnya dengan tatapan yang
mengharapkan pengertian dari aku.
“Oh .. ya sudah. Have fun Ra ..”

Ku balikkan tubuh yang lemas, fikiranku melambung pada seorang lelaki yang dimaksud Ara, tak lama sosok lelaki yang ditunggu Ara itu melewati tubuh yang terhempas oleh tiupan angin panas. Aku tahu dia, Raiza .. sering di sapa Rai. Ia sedikit melirikku dan kemudian segera menghampiri Ara dengan senyumnya yang ku rasa menjijikan. Ku hentikan langkah pada satu ubin yang tak terlalu jauh dari mereka, ku hela nafas panjang dan ku simak baik –baik percakapan mereka.
“Itu Bara kan? Sahabatmu itu ..” suaranya tak terlalu jelas namun masih dapat ku tangkap. “Iya. Dia baru aja mau pulang. Kau pulang dengan ku kan?” jawab Ara seperti tiada dosa.
Ia berbohong, ia tak pernah ada janji dengan lelaki itu, tapi.. kenapa ia harus berbohong padaku. Apa aku terlalu mengganggu? Desisku dalam hati yang kecewa.

Ku lanjutkan langkah kakiku dengan mantap menuju mesin motor yang selama ini menjadi saksi rasa cintaku pada Ara. Belum sempat ku nyalakan mesin itu, ku lihat seorang gadis manis menatapku dengan malu –malu.
Ku biarkan gadis itu berlalu dengan bunyi mesin yang kini membelah aspal kering yang tampak seperti penggorengan yang sudah sangat panas.
Matahari berada tepat di atas kepalaku. Membakar sedikit demi sedikit bara yang tertoreh dalam namaku. Hawa panas mulai mengusik perjalan menyedihkan ini. “Kalau saja ada Ara ..” aku membatin. Namun, tak lama aku sadar dari lamunan panas tentang gadis gladiol itu. Lidah –lidah api seakan menyerbu bumi dan menyerap beberapa energy. Badai debu kecil serta merta menamparku keras, rasanya perih dan panas. Ubun –ubunku mulai melepuh.
Tak kuat menahan teriknya panas siang itu, ku hentikan mesin motor di dekat penjual air minum, aku butuh air saat ini. Ku tinggalkan motor di pinggiran, sembari menata langkah panjang yang tiada henti.

“Bu .. airnya satu?” sahutku pada ibu penjual itu.
“Oh iyah, ini ..” tak lama ia menyodorkan air itu padaku.

Aku diam, seakan tenggelam dalam larutan air tak berasa itu. Menghayati setiap tetesannya. Tiba –tiba aku teringat Ara, ia sangat suka minum ait mineral. Entah .. tapi, ia bilang seperti berayun dan terjatuh di atas air dengan lembut.

Segera ku habiskan, dan ku raih dompet untuk membayar. Aku masih meraba –raba isi tas ku berharap segera mendapatkan dompet dan lekas pulang. Namun, beberapa jari terulur pada sang penjual dengan beberapa logam di tangannya. Aku masih bingung dan terdiam. Sampai ku lihat pemilik tangan indah itu, yang ku harapkan adalah Ara.
Bukan, dia bukan Ara ..

Wajahnya merona .. kulitnya putih bersih, bibirnya bagai buah delima, rambutnya terurai panjang dan hitam. Tingginya hampir sama dengan Ara. Sekilas aku seperti melihat malaikat tak bersayap sedang membayar air yang ku minum tadi. Sejenak aku melamun, terkagum pada sosok menawan di hadapanku. Lalu. .. ku buang muka, dan segera menyapanya.

“Hey, .. kau ..” sapaku pada gadis menawan itu, suaraku terdengar ragu menyapanya. Ia tak menjawab sapaanku tadi, melainkan terseyum dengan sangat manis. “Nih . .” sodorku beberapa logam untuk membayar hutangku pada malaikat tak bersayap itu. “Ngga usah, sekalian aja” lagi –lagi ia tersenyum. Aku masih terperangak menatapnya. Ia segera membalikan tubuh untuk segera pergi.
Namun, tak ku biarkan begitu saja. Ku tahan tangannya, lembut .. bagai kapas putih yang membelai –belai tanganku. Ia tersentak, agak kaget. Wajahnya terlihat agak marah. Segera ku lepaskan tangannya, dan ku sodorkan tanganku.

“Hy.. aku Bara.” Tanganku masih bergelantung tanpa ada yang menyambut.
“Sherra.” Sambil menyambut tanganku, lalu segera melepasnya.
Kami diam.. seribu bahasa sampai ..
“Aku pulang dulu.” Katanya,
Kemudian, ku persilahkan dia untuk pulang lebih dulu. Dan selesailah perkenalan kami.

***
Udara masih sangat panas, walau mentari telah lama pamit.

Serambi rumah tampak berapi –api oleh bara yang menyala setiap ku ingat kejadian tadi siang, yang ku fikirkan hanyalah Rai.. dan Ara ..
Mulai ku padamkan baranya, dan ku hiraukan mereka berdua. Aku sedikit .. hmm. .. tidak tidak, bukan sedikit tapi, sangat. Aku sangat kecewa pada gadis gladiol yang selalu membuat degub kencang di dadaku. Seorang yang menerima cintaku Cuma –Cuma , namun di buang sia –sia. Aku tak mau terlalu larut dalam lautan cinta yang percuma.

Kemudian.,
Ku ingat malaikat tak bersayap itu. Aku seperti mengenalnya, namun aku tak tau siapa. Aku masih belum bisa melupakan Ara, dan aku hanya mengagumi setiap gerak tubuh malaikat tak bersayap itu. Angin masih terasa sangat panas saat menerpa wajahku yang tertunduk memikirkan kedua gadis yang menawan itu.
Ku tegakkan tubuh dan aku ingat sesuatu, iya … malaikat tak bersayap itu, adalah gadis manis yang menatapku dari loby sekolah tadi siang. Ku pukul lututku, sambil mencoba mencari tahu tentang gadis loby dan malaikat tak bersayap itu. Dan iya .. sekali lagi ku fikirkan, mereka memang satu orang yang sama.

Aku tersenyum, entah mengapa saat mengingat keindahan gadis itu, ..
Namanya Sherra, indah sama seperti wajahnya.
Namun, tak berarti aku mulai menyukainya, karena bayangan gadis gladiol itu masih sangat jelas di hidupku. Dan Sherra, ia orang baru dalam hidupku. Pesonanya belum bisa menandingi pesona Ara.


***






Semua terasa berbeda saat ini, beberapa bulan berlalu tanpa dikau gadisku. Aku mulai merasakan kehilangan yang begitu mengganggu. Rai perlahan –lahan mulai menggeser posisiku dalam hidupmu. Sampai kapan akan terus begini??

Ketakutanku akan kehilanganmu, terjadi sudah.
Akhir –akhir ini semenjak Rai datang, Ara mulai berubah. Menjadi monster kecil yang tak pernah aku kenal. Kami sudah sangat jarang bersama, bahkan melihatku saja tidak. Aku seperti di telan pesona Rai. Entahlah .. tapi, inikah sahabat kecilku? Yang selalu ada saat aku tak butuh sekalipun.

Ara semakin jauh dariku, jauh … sekali.
Sampai tak terhingga lagi.
Kehidupanku kembali sepi tanpa gadis gladiol itu lagi.

Mataharipun sudah lelah menerangi, sampai aku tak kuat lagi tuk sembunyi. Kegentingan hatiku terlihat sudah. Aku tak bersama Ara lagi sekarang. Aku sendiri.. bersama bayang –bayang sepi Ara yang selalu menghantui. Ia sudah menemukan Rai, seseorang yang menurutnya sempurna. Aku ingin menangis .. tapi, tak ku biarkan air itu jatuh membasahi wajahku yang terlalu sendu.
Awan siang mulai datang, menutup sedikit sinar sang mentari terang,
Aku duduk di atas rerumputan dipinggir danau gladiol, bersama hembusan angin yang membelai lembut rambutku. Menenangkan aku dari segala kehilangan yang datang tiada henti.
Danau ini terasa seperti kutukan saat ini,
Mengapa harus ku namai gladiol,?? Sial !!!
Aku berkata dalam hati, namun tak sanggup lagi tuk berdiri.

Aku masih terbaring di atas rumput hijau itu, sampai ..

“Bara..” suara yang lembut memanggil namaku, aku merasa khayalanku mulai kacau sampai –sampai terdengar suara selembut itu. Ku balikan badan, dan sesuatu menyentuh punggungku.
“Bara ..” sahutnya lagi.
Kini aku sadar kalau itu bukan khayalan. Segera ku tegakan tubuh, dan sekali lagi berharap itu adalah Ara. Tapi ..
“Sherra?” sahutku kaget bukan main.
“Kok sendirian?” Tanya malaikat tak bersayap itu.
“Hmm.. tidak.” Jawabku sambil tertunduk.
“Mana Ara?” Tanya dia lagi. Aku agak terkejut dengan pertanyaan yang satu ini.
“Ara .. Kenal Ara ya?” tanyaku balik.
“Iya ., aku sering kesini. Dan tiap kali aku disini, aku selalu lihat kau dengan gadis itu. Kalian teman ya?” jabarnya padaku dengan mata yang berbinar –binar.
“Iya.” Jawabku singkat. Apa Ara masih menganggapku teman??


***


Malam merangkak begitu lambat.
Aku terbatuk dalam kelamnya hari,..
Sakit .. seperti di tusuk belati.
Aku batuk tiada henti, sempat terfikir bahwa aku akan pergi.

Pintu terbuka, ibu muncul dalam remang –remang lampu kamar. Ia membelai rambutku, dengan lembut ia berkata, “kau pasti akan baik –baik saja, kau tak akan menginggalkan ibu kan?” kata –katanya membuat aku terdiam dalam batuk yang tak kunjung berhenti. Batukku semakin menjadi, ibu keluar dan mengambil sapu tangan milik ayahku.. bukan suaminya. Aku terduduk dengan sapu tangan di genggamku, selesai .. batuknya berhenti. Suami ibuku datang, masuk tanpa di undang. Aku masih saja memanggilnya ‘om’ .. dan ibu sering marah padaku. Tapi, ia tampak biasa saja. Justru ia bilang ini adalah proses.
Lelaki itu duduk di samping ibuku. Menatapku dengan pandangan syahdu. Kemudian, ibu menarik sapu tangan itu.
Darah …
Ada darah, ..

Kejadian semacam ini, sama seperti beberapa waktu sebelum ayah dan kakak pergi. Apa aku juga akan menyusul??


Ibu terisak, dan lelaki itu memeluknya erat. Aku hanya diam memandangi sapu tangan itu. Aku tersenyum dan kemudian memeluk kedua orang itu. Tangis ibu semakin menjadi –jadi. Ku sapu rambut ibu yang pendek dan tebal. Lalu ku genggam tangan lelaki itu dalam pelukan.
Mereka melepaskan aku, dan terdengar suara lirih dari sang lelaki “Aku menyayangimu Bara, sama seperti menyayangi anakku sendiri.” Kata –katanya membuat air mata tak tertahan lagi.

Sungguh malam yang mencekam..



Ke esokan harinya,
Ibu membawaku ke Rumah Sakit.

Aku diperiksa dengan sangat teliti, ibu dan lelakinya menatapku dengan penuh cemas di luar sana, terlihat dari dinding kaca. Aku keluar, dan segera berkata “Aku akan baik –baik saja” sambil tersenyum pada dua orang yang menyayangiku itu.

Lelaki itu mengajakku berjalan –jalan sembari ibu masuk, dan berbicara dengan dokter. Aku senang masih memiliki mereka berdua, walau awalnya aku tak menerima kehadiran lelaki ibuku ini.

Kami berjalan, ia merangkulku seperti seorang ayah. Namun, memperlakukan aku seperti seorang lelaki. Akhirnya, lelah kami berjalan. Aku duduk di bangku rumah sakit yang sudah tua kurasa, ia pergi .. mengambil minuman untukku. Lalu kembali duduk bersama. Ku tatap beberapa pandangan orang yang melihat ke arah kami, ku rasa mereka iri pada aku dan ayah tiriku.

Tak lama aku tersenyum,
Seseorang datang membawa karangan bunga gladiol. Ara … dia datang bersama ayahnya. Ia tersenyum melihatku. Aku hanya diam, tanpa senyuman. Ayahnya sedikit berbasa –basi dengan ayah tiriku. Lalu mereka pergi, dan tinggallah aku berdua dengan Ara.

“Kau.. tidak sakit kan?” Tanya dia ragu, di iringi senyum yang lama tak Nampak.
“Tidak.” Jawabku datar.
“Baguslah ..” sahutnya

Dan begitulah selanjutnya ..


***


Lama rasanya tak bermain bola bersama teman –teman. Semenjak tragedy berdarah itu ibu melarangku kemana saja kecuali ke sekolah. Ara masih dengan Rainya yang ku rasa tak akan ia lepaskan. Aku mulai menerima kehadiran malaikat tak bersayap itu, Sherra .. ia tak jauh berbeda dengan Ara.
Aku masih menyimpan rasa pada gadis gladiol itu, walau sudah tak mungkin.

Matamu terlalu indah untuk di pandang
Senyummu terlalu manis untuk di kenang
Kini aku tahu,
Bahwa sanya aku hanyalah aku yang tak berarti special dihatimu, aku hanyalah seonggok daging merah muda yang punya mulut untuk bercakap.
Lalu, …
Semuanya sudah ku tutup dengan kenangan –kenangan gadis gladiol yang indah dan selalu melambungkan fikiranku tentang ..
Sahabat yang terlalu aku cinta …

Dec 04, 2009
13:30:01
Bara


Aku sudah merelakan semuanya, bila memang takdir segera menjemputku kembali pada keadaan dimana tak ada gadis gladiol dan malaikat tak bersayap, biarlah terjadi. Aku pernah mengatakannya pada ibu, ..
Relakan aku pergi kalau memang sudah harus pergi .. dan jangan kau tangisi lagi ibu

Lega rasanya membuat kehidupan seakan ringan.


***



Aku tenang sekarang ..
Dan memang terjadi, takdir sudah datang, dan membawaku ke tempat yang di penuhi harum semerbak bunga kamboja tanpa cinta dan keluarga,
Namun. Aku tak sendiri, maka relakanlah aku pergi ..

Aku berjalan, menuju sesuatu yang disebut Harapan. Dengan ragu jari jemariku mulai berlarian untuk kembali, badai topan terdasyat seakan sedang menari dalam darahku. Mengajak aku pada dua pilihan. Jauh di ufuk barat terlihat secercah sinar yang menggoda, cahayanya berliuk .. lalu bergelombang.. bagai ombak dengan intan.
Aku terperanga dengan kelam yang datang tanpa di undang. Sinar membisikan sesuatu padaku. Geli rasanya .. seperti rumput ilalang yang menggelitik telinga. Tiba-tiba, langit seperti mengajakku bermain. Dan bumi seakan marah padaku. Tubuhku terhempas .. jauh … sekali, hingga tak dapat ku pandang lagi bumi. Sinar menggoda itu menyeretku pergi menjauh dari bumi.
Awalnya .. kurasa langit sungguh baik mau mengajakku bermain, atau sekedar membisikan cerita-cerita yang tak pernah ku dengar. Namun, mereka tak seperti yang ku kira. Mereka menarikku dari kehidupan yang fana itu.



Kini kutatap lagi mereka,
Tertawa .. bersama angin yang membawaku pergi. Bercengkrama dengan damainya dunia, yang tak dapat lagi ku gapai. Nada-nada indah menari di sekeliling mereka, berwarna dan bahagia. Lantunan-lantunan yang selalu aku damba.
Dengan petikan yang menawan terdengarlah dendangan yang jauh lebih menggoda daripada cahaya yang menyeretku pergi.

Ara dan Raiza di sampingnya …


***

Aku tak tidur, hanya tenang di alam yang berbeda.
Lalu, Nampak dari kejauhan, seorang gadis manis yang menawan.
Kulihat dia berjalan menuju ke arah ku. Dengan beberapa ikat bunga ditangan indahnya. Malaikat tak bersayap!! Ya .. itu dia. Aku merasa bahagia, entah mengapa saat ku lihat dia melangkahkan kaki dengan tenang ke arah nisanku.
Udara sejuk datang. Tiupan –tiupan yang selalu membuatku nyaman berada disini.

Kemudia,
Dia terduduk. Dalam dinginnya udara yang entah darimana. Jemarinya mengelus –elus rumput hijauku. Dan membaringkan kepala diatasnya. Aku tahu saat itu, ia menangis. Maka aku coba tuk menghapus air mata malaikat tak bersayap itu. Namun, waktu tak mengizinkanya. Kita berbeda … sadarku.


“Salah menggerogoti batinku,
Perih mengiris hatiku,
Nestapa mulai menghantuiku.
Tanpa kehadiranmu …
Benang –benang sesal mulai terajut dalam jiwaku.
Kini,
Aku tak berdaya lagi. Bertahun sudah ku nanti, namun kini tiada arti. Lama aku mencintamu. Menatapmu penuh kasih. Selalu memikirkan tentang kamu. Mencoba ikut merasakan kepedihanmu, yang telah dimakan zaman. Waktu memakanku habis kedalamnya. Seiring dengan itu, kau bagai angin yang tak Nampak lagi.
Aku sendiri, dikelilingi kamboja dengan jemari menggenggam beberapa bunga. Memeluk nisan tiada henti. Ku coba sadarkan diri, bahwa kau tiada lagi. Tapi, mengapa angin terus mendesakku memikirkanmu? Aku salah dan aku tahu itu. Mencintai apa yang tak akan pernah cinta aku.”



Sherra berucap, tak tanggung lagi. Ia terus memeluk erat nisanku sambil meneruskan kata –katanya. Aku masih belum bisa melakukan apa –apa. Ku coba dengarkan rintihan cintanya kepadaku. Dan akhirnya aku tahu. Sherra adalah gadis kecil yang dulu tetangga rumahku. Jauh sebelum Ara datang, aku sudah mengenalnya. Aku sering bermain dengannya. Kami satu sekolah dari SD sampai SMA.
Kami berteman dekat .. dulu .. sebelum Ara mengalihkan segala cintaku padanya.


Tak akan pernah ku sesali hidupku ini. Aku tersenyum menatap kasih lamaku yang masih terdiam tanpa kekasih baruku.
Udara semakin sejuk, dan sinar –sinar itu datang lagi. Menjemputku dengan lembut. Aku pergi ….
Ke tempat yang selama ini selalu ku kunjungi dalam mimpi …

Rabu, 14 April 2010

EPIOLOG

Lalu …
________________________________________

Semuanya selesai pada tempatnya.
Ayah dengan masa tua yang mungkin akan jauh lebih baik dari masa mudanya
Ka’Bima bersama Ka’Naya mengukir kisah cinta mereka yang baru saja dimulai.
Ibu .. tetap menjadi Ibu.
Ka’Alia masih saja membuatku tersenyum.
Dian tertawa bersama sebuah hati yang baru ia dapatkan.
Angga .. tidur dalam ketenangan.
Dan ….
Aku .. berjalan menuju matahari baru yang bersinar bersama hembusan nafas Angga yang tersisa dalam angin yang bertiup ..
Kemudian melangkah bersama semua bayang hitam masa “Lalu” ku

***
________________________________________

XVIII. SESUATU YANG KU SEBUT “AWAL”

Apa yang semua orang fikirkan tentang awal?. Apa itu merupakan sesuatu yang berada di depan?? Menurutku tidak …
Awal adalah sesuatu yang berada di garis dimana kita akan memulai. Memulai sesuatu yang baru dalam kehidupan yang baru. Dan itulah yang baru akan aku mulai saat ini. Awal yang baru dengan sesuatu yang indah.
Semua yang ada di dalam kehidupanku saat ini memang baru, dan artinya aku belum terlalu terbiasa dengan semuanya. Tapi, mari aku ceritakan sedikit tentang kisah baruku …..


***

Pertama …
08 Agustus, 2009

Sebulan setelah fase mengharukan tentang kerinduan akan Angga, aku mulai masuk sekolah baruku. Hmmm,, bukan bukan. .. tapi, kampus baruku. Aku sengaja mengambil kampus negeri yang lumayan terkenal di kota ini. Kampusku memang berbeda, dan karena itulah aku menyukainya. Apa yang kusebut dengan berbeda adalah sesuatu yang terjadi di setiap jurusannya.
Di setiap jurusan punya cirri masing-masing yang tak akan sama dengan jurusan lainnya. Dari penampilan, cara bersosialisasi, cara bertutur kata, dan semuanya.tapi, semua itu tak membuat kampus hancur. Karena kami menghargai satu-sama lain. Aku masuk dalam wilayah yang tak begitu aneh menurut orang banyak. Hanya saja kebanyakan menganggap kami itu, terlalu ‘diam’ .. kau tau, jurusan sastra lah yang bisa membuat kampus damai tenang dan tentram.
Tak banyak yang bisa aku ceritakan tentang lingkungan baruku, aku hanya merasa seperti orang baru dalam hidupku. Menjadi individu yang mampu tersenyum walau ‘Dian’ dan ‘Angga’ tak ada.

“Aku baru disini, dan aku fikir ini hanya sebagian kecil tentang lingkungan baruku yang akan berkembang suatu saat nanti.”


Kemudian …
24 Agustus, 2009

Dian .. dia masuk universitas berbeda denganku. Dengan jurusan berbeda pula, ia mengambil komunikasi. Yang aku dengar ia sedang asik dengan kekasih barunya. Aku pernah dikenalkan waktu itu. Ku fikir dia orang yang baik dan sepadan dengan Dian.
Angga, dalam kehidupannya mulai pudar. Mungkin tertutup seseorang yang ada dihatinya sekarang ini. Kisah persahabatan kami tidak putus sampai disitu. Aku dan Dian makin akrab saat kuliah. Mungkinkah karena kami tepisah?? Ya..mungkin. tapi, apapun alasannya. Aku dan Dian akan selalu bersama, juga dengan bayangan Angga yang masih tersisa.

“Intinya, …
Dian tak pernah lupa bahwa aku adalah sahabatnya,
Aku tak pernah lupa bahwa Dian adalah sahabatku,
Dan .. kami tak’akan pernah lupa bahwa Angga adalah bagian dari sahabat.”



Selanjutnya …
10 Oktober, 2009

Ka’Bima dan ka’Naya menikah …
Heheheheh* senangnya …..
Aku melihat mereka tampak sangat bahagia. Begitu juga dengan ayah, raut-raut tua di wajahnya dulu, sekarang seperti menghilang. Aku berdampingan dengan ayah. Terpancar jelas kebahagiaan itu. Acara yang menyenangkan di hari penuh makna ini.
Ka’Naya tersenyum padaku sekilas sebelum mereka duduk bersimpuh di atas karpet di masjid itu dengan tangan ka’Bima yang disodorkannya kepada wali sambil mengucap ijab kobul. Sungguh suasana yang membuat masjid banjir dengan tetes demi tetes yang tumpah dari semua orang termasuk aku dan ayah.
Ka’Naya mencium tangan ka’Bima …
Mereka tampak serasi di balut baju nan indah berwarna coklat kulit.

Itulah saat-saat dimana aku tak bisa melupakan mereka semua …

“Terima kasih telah mengisi kekosongan fikiranku tentang keluarga. Kalian yang terbaik! Keluarga yang benar-benar aku inginkan hanyalah kalian …
Khusus, buat ayah .. jangan terlalu keras berkerja. Jaga kesehatanmu. Aku akan segera menangis bila mendengar kau tergolek lemah di RS. Dan ka’Bima .. Salamku untuk ka’Naya!”




Setelah itu …
16 Oktober, 2009

Spesial terkasih untuk Ibu ..
“Aku selalu mencintaimu …”

Spesial cinta untuk ka’Alia ..
“Semoga kau baik disana. Aku selalu tersenyum untukmu ..!!”



Lalu …
18 November, 2009

Hari ini .. aku tau sesuatu yang membuat aku tertunduk setiap mengingatnya,
Ternyata Angga tak datang saat itu, saat dimana aku sangat ingin menemuinya namun terhalang oleh makhluk aneh bernama Rio. Tak pernah! Ia tak pernah datang ke tempat itu lagi, entahlah tapi, itu membuatku merasa kesepian.
Dan aku baru saja tersadar bahwa hari itu adalah hari terakhir aku menatap matanya, aku mengucap kata demi kata padanya.
Selama ini, Angga tak pernah marah atau kecewa padaku atau Dian. Dan aku merasa malu karena telah menuduhnya macam-macam. Semua yang aku fikirkan tidak benar-benar terjadi. Aku sedih karena itu.. karena aku telah berfikir akan apa yang buruk tentang Angga.
Angga, seorang yang mengisi kertas-kertas kosong tentang cinta dalam hidupku. Walau aku tak akan pernah bisa menemuimu lagi .. aku akan terus mengingatmu dengan cinta yang selalu kau berikan untukku. Walau aku tak bisa lagi menyentuhmu .. aku akan terus menjaga cintamu dalam siang dan malam.
Bersama Tuan matahari dan Putri bulannya ….


“Angga …
Damailah engkau dalam keheningan. Tersenyumlah engkau dalam kesunyian!
Karena sesungguhnya, Cintamu adalah yang terbaik untukku …
Semoga kau tenang disana…”

***

“Inilah akhir dari kisah Matahari dan Bulannya ..
Indah di dunia yang berbeda, dengan tawa dan canda dalam cinta. …”

***

Kamis, 08 April 2010

"Lalu..."

"Haiira putri amanda " nama yang indah bukan untuk seorang gadis manis yang cantik nan mempesona, namun, semua tak seindah dan semanis kisahnya.

Berawal dari kepergian sang ibu yang pergi entah kemana, kehidupan Aii (begitulah ia dipanggil) menjadi kelam dan hitam. Ia tumbuh menjadi seorang gadis yang keras, dan tegar, tapi cenderung kasar pada ayah, ka'Bima,ka'Alia .. Kasar dan tertutup pada semua orang. Melewati masa-masa tanpa ibu merupakan hal yang sulit untuk Aii. Apalagi semenjak ibunya pergi, ia tinggal bersama kakak-kakak dan ayahnya yang tak memperdulikan dia.
Kisah percintaan Aii baru dimuali saat memasuki SMP, Rio ... itulah dia, Cinta pertama Aii yang terpaksa direlakannya untuk sahabat tercinta ,Kay. Sampai tak ada cinta lagi untu siapa pun. bahkan untuk dirinya sendiri. kehidupannya membuat ia tampak lemah dimata setiap orang . Berlalu, .. dan sampailah ia pada satu titik dimana ia merasakan suatu hal yang menyenangkan pada dirinya. saat ia masuk SMA tepatnya, ia bertemu dengan seorang teman bernama Dian. dan Angga, pria yang selalu mengagumi Aii.
Menurut Aii , hal tersulit adalah melepaskan diri dari "bayang hitam masa LALU" nya .

Siapa sebenarnya Angga? akankah Aii membalas cintanya.? Lalu bagaimana dengan Rio?


Give Your comment please.........

I. HAIIRA PUTRI AMANDA

Disinilah aku, duduk sendiri memandang keluar jendela .. menatap beberapa anak yang asik bercengkrama. Melihat mereka tertawa aku jadi ingat masa-masa kecilku yang tak pernah mengenal keceriaan.
Namaku Aii , lengkapnya Haiira Putri Amanda. Umurku memasuki angka 17. Aku bersekolah di salah satu SMA negeri . Aku adalah anak bungsu dari 3 bersaudara, kakak pertamaku laki-laki namanya Bima Putra Satya.. umurnya sudah 21 tahun. Dan yang ke2 perempuan namanya Alia Putri Nabila, umurnya 19 tahun.

Masih ingat dengan kata-kata ku di awal tadi. ..
Masa-masa kecil ku memang tak layak diingat, saat itu adalah saat-saat terburuk dalam hidupku , yang selalu membekas di relung hati ku. Umurku 5 tahun kala itu, aku lahir normal .. sama seperti anak anak pada umumnya, hanya saja .. ada sesuatu dalam kehidupanku yang berbeda. “IBU” itulah hal yang berbeda dalam kehidupanku. Sejak aku kecil, aku sudah ditinggalkan ibuku, bukan karena meninggal, kata ayahku ibu pergi dan tak akan pernah kembali. Aku beruntung masih dapat bertemu ibu, walau saat itu aku masih sangat kecil .

Ibu adalah sosok perempuan yang sabar menghadapi kesulitan ekonomi dalam keluarga kami. Ayah juga, seorang pria yang bertanggung jawab atas istri dan anak-anaknya, kami bukan keluarga kecil, tapi ayah dan ibu selalu berusaha agar kami ber3 selalu bisa bersekolah. Begitu juga dengan aku. Aku adalah anak periang yang sangat suka bermain dan bergaul , tidak jauh berbeda dengan kakak-kakak ku. Ibu bilang sikap kami adalah turunan darinya.

Keluarga kami adalah keluarga yang paling berbahagia kala itu, bagiku juga semua anggota keluargaku. Sampai suatu ketika,
Sore itu aku baru pulang bermain dari tetangga sebelah rumah, sedangkan kakak-kakakku sedang asik bercerita. Tiba-tiba ayah pulang , tergambar jelas keletihan setelah mencari uang sore itu. Ibu yang biasanya menyambut hangat suaminya itu , kali itu berbeda. Ibu asik di dapur memasak untuk makan malam, dan ayah masuk ke kamarnya tanpa bertegur sapa dengan kami. Sampai tibalah saatnya makan malam. Tak ada perbincangan hangat seputar hari ini , yang biasanya rutin dilakukan. Selesai makan aku dan kakak-kakakku langsung masuk ke kamar masing-masing. “ada apa sih?” tanyaku pada ka Bima “Tak ada apa-apa, ayo cepat tidur!” sahut ka Bima.
Akupun terlelap malam itu. Aku bermimpi buruk. Lalu pagi harinya aku bangun lebih awal, tak ku lihat piring-piring yang biasanya disiapkan ibu untuk sarapan. Kutengok ke dapur, juga tak ada orang… “kemana semuanya?” kataku bukan pada siapa siapa. Aku membuka pintu kamar ka Bima . hufttt--- leganya ternyata masih ada orang, kemudian kamar ka Alia, juga ada. Sangat lega.

Lalu aku bergegas bersiap ke sekolah.
Tiba-tiba kudengar ka Alia menangis . . . .
aku segera masuk ke kamarnya. Di sana sudah ada ka Bima dan ayah. “ada apa?” Tanya ku pada siapa saja yang bersedia menjawab. “ibu pergi ai . .” jawab Ka Bima. “kenapa?” sahutku lagi,, “ibumu sudah tak memperdulikan dirimu lagi aii, sebaiknya buang semua ingatanmu tentang ibu !!!” kata ayah dengan nada yang agak tinggi.
Kalimat yang sungguh menusuk relung jiwaku. Aku memang masih kecil saat itu. Tapi, haruskah aku mendengar hal yang tak pernah aku inginkan.?? “ibumu sudah tak memperdulikan dirimu lagi aii, sebaiknya buang semua ingatanmu tentang ibu !!!” ungkapan hati ayah yang mencerminkan kekecewaannya itu selalu terngiang di telinga bahkan pikiranku.

***

“Tak sepatutnya kau begini Aii. Semua memang sudah waktunya.” Suara ka’Bima yang lirih membangunkan aku dari lamunan panjang tetang sesuatu yang ku dapati hari ini. “Aku tau” hanya itu jawabku, aku tak bisa lagi berkata-kata. Bahkan air matapun seperti enggan untuk turun dan berjatuhan. “Ayah tau, semua ini pasti berat untuk kalian. Tapi, coba bayangkanlah apa yang akan terjadi bila kalian terus bersikap seperti ini?” sahut ayah dari ruangan sebelah yang hanya terhalang tirai. “Apa salah bila aku menangis?? Apa salah bila aku sedih akan apa yang aku terima ini Ayah??? Apa semua hanya akan menjadi debu kotor yang memenuhi fikiranku??” bantah ka’Alia dengan sedikit tersedu, ia menangis dalam kata-katanya. “Sudah!! Lupakan saja ibumu itu jika ia hanya bisa membuat kalian lemah seperti ini. Toh kalian masih punya ayah. Ayah janji akan menjadi lebih baik dari ibu!!”. Sungguh perbincangan yang tak menenangkan hati, ayah dan ka’Alia masih saja berdebat sementara aku dan ka’Bima hanya diam dalam lamunan panjang yang ku rasa tak bertepi.

Sejak saat itu aku berubah menjadi gadis pendiam yang tak suka bicara,, sekalipun pada ayah dan kakak-kakakku. Aku lebih sering di kamar sambil membaca buku. Keluargaku tak heran mengapa aku berubah 180 derajat . . . karena ibu … itulah jawabannya dan selamanya hanya itulah jawabannya.
Kami menjalani hidup yang jauh dari kehangatan suatu keluarga semenjak ibu pergi tanpa kabar. Bertahun tahun sudah semenjak tragedy misterius kepergian ibu. Aku mulai bisa menguasai perasaanku. Seiring berjalannya waktu bisnis ayahku juga semakin maju. Keadaan ekonomi kami jauh membaik , bahkan lebih dari cukup.
Lama rasanya aku menjalani hidup tanpa sosok ibu. Semua menjadi lebih buruk, aku mulai berjalan menuju gerbang khayalan yang tak ada habisnya. Bagi ku saat itu , gerbang itu adalah satu satunya jalan untuk membentengi diri dari rasa marah, takut, dan sedih .
Aku bagai manusia tanpa ruh kala itu ,, ragaku hidup tapi jiwaku mati .

Mengkhayalkan apa yang aku suka sambil mendengarkan sebuah lagu sendu yang membawa aku ke lautan mimpi yang tak bertepi. Seiring berjalannya waktu, aku menamainya “Dunia Kapuk” ..
Karena memang hanya di dunia itulah aku tak pernah terjatuh , atau merasakan yang tidak ku sukai. Dunia kapuk selalu berbanding terbalik dengan dunia nyata. Awalnya hanya iseng karena bosan, tapi aku mulai ketagihan. Aku ingat kisah pertama yang aku khayalkan ,,
Aku berkhayal mempunyai keluarga yang harmonis. Dan sepanjang bulan itu juga aku selalu memikirkannya. Kalau bosan aku mulai mencari-cari kisah baru di kehidupan nyataku yang akan ku bawa ke dunia kapuk.

Aku mulai berubah .. dan ku sadari itu, aku tumbuh menjadi gadis tegas dan tegar , tapi cenderung kasar. Aku mulai kasar pada diriku sendiri, kemudian pada ayah dan kakak-kakaku. Aku tahu ini bukanlah cara untuk keluar dari masalah yang beberapa tahun terakhir ini membelenggu ku.
Aku mulai membenci diriku. Diriku yang tak pernah bisa belajar dari keadaan, diriku yang tak pernah mencoba menjadi lebih baik. Mungkin seharusnya aku bersyukur, karena aku masih memiliki orang-orang yang menyayangiku. Aku memang bersyukur atas hal itu, tapi, rasa perih yang ada di hatiku tak bisa ku hapus.

Sangat terasa .. rasa pedih yang membelenggu

“aku tak kan pernah bisa menjadi apa yang benar-benar aku inginkan sampai sesuatu yang tak pernah aku sadari datang menjemput,, aku menginginkan hal itu cepat datang dan menjemputku kembali pada keadaan dimana aku tak pernah ada dan mengganggu semua ini!!!” desisku dalam hati yang begitu terluka .

II .RIO KUSUMA WIJAYA

Masa mulai berganti, begitupun dengan aku .. .. ..

Tak terasa aku sudah memasuki fase baru dalam hidupku. Aku mulai beranjak remaja, masa-masa remajaku di smp kala itu, sama saja. Hanya saja aku mengalami peningkatan perilaku , pribadi ku mulai terpahat saat aku memasuki lingkungan yang tidak hanya memperdulikan diri mereka sendiri. Masih tegas dan tegar ,, kasarnya juga masih ada .. tapi tidak seburuk saat kecil dulu.
Aku mulai suka bersosialisasi, kini aku tahu apa itu teman dan bagaimana mereka saling mengasihi. Aku punya banyak teman di sekolah baruku itu, karena aku mulai membuka diri. Aku dikenal sebagai gadis manis yang pendiam . aku juga suka sekolah, bahkan aku malas pulang ke rumah. Aku banyak menghabiskan waktu di perpustakaan, atau bersama teman-teman.

***

Disinilah dunia kapuk baruku dimulai, .. ..
Kalau dulu khayalanku hanya sebatas tentang keluarga atau teman-teman. Sekarang lain lagi
Aku mulai mengenal apa itu cinta, walau definisi tepatnya pun aku masih meraba-raba.
Cinta itu keluarga. Cinta itu sahabat. Dan ada satu lagi yang aku kurang pahami . “Cinta itu Cinta”.

“Hey! Jangan melamun terus Aii.” Suara Kay memecah lamunanku yang tertuju pada satu objek indah –menurutku--. “Aku … Aku tak melamun, hanya .. sedang ..” jawabku terbata-bata. “Ah, sudahlah! Jangan banyak omong kalau tak mau dihukum berdiri di atas bangku sampai pulang.”. “Kay!” sapaku pelan. “Ia, apa lagi?” jawabnya dengan sedikit rona merah diwajahnya. “Aku .. hmm, tidak tidak … tidak jadi .. heheheh” sahutku lagi , sebenarnya saat itu aku baru saja mau bilang kalau aku mengangumi seseorang di hadapanku. Ceritanya aku baru akan membuka diriku lebih dalam untuk Kay. Tapi, ku putuskan untuk diam dan menuruti kata-kata Kay.

Catatan: --menurutku ini penting--. :
Kay .. ia adalah sahabatku. Sahabat yang selalu ada saat aku membutuhkannya. Ia satu-satunya orang yang tersenyum melihat aku dengan tenang. Aku suka dia .. dia yang cantik dan mempesona, dia yang menawan hati para remaja, dia yang baik tiada tara.
Andaikan, aku bisa menjadi seperti dia ..
Mungkin aku tak akan menjadi seburuk ini.

Aku menulisnya di buku catatan kecil yang diberikan Kay untukku kala itu. Aku hanya berfikir bahwa Kay dan aku akan selalu bersama sebagai sahabat yang tak akan goyah dengan ombak yang besar sekalipun.

***

Masih teringat jelass di fikiranku,, sosok seorang lelaki yang selalu bisa membuat degub kencang di hatiku. Sosok dingin yang selalu bisa membuat hatiku membeku hingga tak melihat yang lain. Semua itu bagai film yang terputar kembali di mataku.
Itulah dia, seseorang yang baru saja ingin aku ceritakan pada Kay, namun, masih saja tertunda oleh waktu. Dan aku percaya bahwa suatu hari aku bisa menceritakannya. Tentang seseorang yang aku kagumi.
Lelaki itu bernama Rio , panjangnya Rio Kusuma Wijaya.
Rio bukan orang yang ramah pada setiap orang . ia dingin dan tampak galak. Tapi bagiku ia sempurna. Aku satu kelas dengannya , ia duduk tepat didepanku . jadi setiap hari aku selalu senang sekolah karena setiap hari juga aku bisa memandanginya .
Sebenarnya ia bukan orang baru dalam kehidupanku. Tapi entah mengapa. Dulu ia begitu tenggelam dan tak terlihat , aku hampir tak mengenalnya dulu.

Semua perasaanku tumbuh seiring waktu yang selalu mempertemukan kami. Aku mulai sadar, aku menyukainya saat kami mulai berteman. Aku menyimpan harapan yang sangat besar pada dirinya. Aku berharap dialah orang yang bisa menghapus rasa perih yang menggerogoti batinku.
Tapi …
Cintaku bukanlah cinta yang indah. Apa yang kurasakan ternyata tak ada gunanya.

Ia tak pernah menyambut cintaku. Aku tahu tak semestinya aku mengharapkan hal yang tidak sepatutnya ku harap padanya. Aku mulai bisa menerima keadaan ini , keadaan dimana aku tak bisa beranjak pergi dari rasa yang tak terbalas ini.
Tahun pertama sampai kedua tak pernah ada sesuatu yang membuatku bahagia . tapi ia terus menempati tempat sebagai tokoh utama dalam dunia kapukku. Aku selalu memikirkan hal-hal yang indah tentang aku dan dia .. walau itu hanya sekedar buayan dalam dunia kapukku.

Sampai di tahun terakhir aku di smp

Di tahun itu jugalah aku mengetahui sesuatu yang selalu membuat hatiku sakit bagai dicambuk. Ada seorang anak perempua yang cantik jelita dan sempurna mengatakan sesuatu pada ku .

Namanya Kayla Fitriani, yang sering di sapa kay yang tak lain adalah sahabatku. Suatu hari kay bercerita pada ku bahwa ia menyukai seseorang di kelas itu.
“Aii. Ada yang ingin aku beritahu padamu” Kay membuka pembicaraan pagi itu dengan sangat baik. “Ia, aku juga ada. Akan ku ceritakan tentang sesuatu. Hmmm, tapi .. kau duluan saja!” tawarku pada Kay yang memang lebih awal. “Tidak. Kau saja yang duluan ..” ia terlihat cantik dengan wajahnya yang malu. “Kau saja .. nanti baru aku.” sambungku ingin cepat mendengar cerita Kay.
“Begini Aii, sebenarnya .. aku suka pada …. ..
Aku hanya memasang muka bahagia paksaan yang diringi dengan rasa heran. “Kay sahabat karibku menyukai orang yang selama ini aku cinta?? Rio??? “ kataku membatin. Aku hanya diam tanpa sedikitpun kata yang terlontar dari bibir mungilku.

Dan yang paling membuat aku terkejut adalah kata-kata terakhirnya. “ Aii, kaukan dekat dengan rio, tolong aku iia .. .. supaya aku bisa lebih dekat dengannya!! Tolonglah aii .. .. “ kata-kata melas yang keluar dari mulutnya kala itu.
Aku katakan padanya agar diberi waktu untuk berfikir …
Semua tak berhenti di situ. Ia ingat bahwa aku juga ingin mengatakan sesuatu.
“Jadi Aii? Siapa yang kau kagumi itu??” Tanya dia penasaran. Tapi, aku tak menjawab.. hanya diam dengan kepala yang mengeleng.

Setelah beberapa hari berfikir akhirnya ku iiakan permintaannya itu.
Aku mulai mendekatkan mereka berdua walau sungguh hati ku sakit. Aku bagaikan obat nyamuk yang selalu setia menemani mereka berdua, karena kay tidak mau di tinggal. Fikiran ku saat itu hanyalah mereka. “apa mereka tidak berfikir tentang aku??” pertanyaan yang selalu singgah di fikiranku.
Mereka mulai dekat ,, sangat dekat . hingga menjalin hubungan. Aku tertawa .. entah mengapa saat kay bilang tentang mereka berdua, mungkin aku gila .. mengorbankan apa yang aku suka pada sahabatku. Tapi itu lah yang ku lakukan.

Aku hanya berfikir , untuk apa aku mempertahankan apa yang bukan miliku. Toh rio tidak akan menyambut cintaku . dan aku jamin rio tidak akan pernah sadar bahwa aku sangat mengaguminya.
***

Mereka berdua makin dekat .. hingga tak terpisahkan lagi. Aku mulai merelakan perasaanku pada rio. Tapi disaat aku mulai menjauhinya ia malah makin akrab denganku .. .
Entah untuk menyindir atau apa . aku hanya berfikir ini adalah hal tidak wajar untukku dan rio. Aku duduk dengan rio saat itu , tak ada rasa apa pun saat aku berdekatan dengannya , bukan karena aku tidak menyukainnya lagi melainkan karena aku menutup rapat rapat pintu hatiku untuk orang bernama rio yang tak lain adalah kekasih sahabatku .

***

“Telah ku tutup pintu itu rapat-rapat agar tak ada yang bisa masuk dan menggangguku lagi. Saat dimana kehancuranku mulai terlihat. Aku ingin berlari .. namun, tak bisa. Sesal menggerogoti hatiku.
Rasa yang ku anggap indah ternyata tak seperti yang ku bayangkan. Entah sampai kapan aku berlari. Tapi, akan ku pastikan tak ada dia lagi …”

III . SIAPA YANG KU SEBUT “KAMI” ???

Semua itu berjalan cepat .. sungguh sangat cepat .,
Seiring dengan itu, kehidupanku mulai kacau balau .. terutama keluargaku.
Ka’alia .. ia menjelma menjadi monster remaja yang gila akan kehidupan bebas .. entah sejak kapan ia begitu, aku pun tidak begitu tau .. karena semenjak aku masuk SMP, perilaku Ka’Alia mulai berubah terhadapku, ia seperti membenci dan ingin aku segera mati di haddapannya.

Aku baru mengetahui dan mewajari semuanya,, saat Ka’Bima menceritakan semua hal yang belum aku ketahui. Ternyata semenjak ibu meninggalkan kami semua , ka’Alia dan ayah mulai membenciku. Ka’Bima bilang karena aku adalah anak yang paling mirip dengan ibu. Mereka bilang makin aku besar aku makin menyerupai wajah dan perilaku ibu, .. ENTAHLAH .. .!! semirip aapapun aku dengan ibu, itu bukan keinginanku !! !!
Begitu juga dengan ayah .. ayahku berubah menjadi orang yang paling –entahlah—yang aku kenal di dunia ini. Ayah sering pulang larut , bahkan kadang tidak pulang .. aku tak pernah tau apa yang ia lakukan di luar sana. .. . . “Mungkin mencari ibu baru!!” cetuss ka’Alia suatu malam saat kami bertiga sedang menunggu ayah pulang ..

Memang begitulah keadaan rumah ku . tempat itu tak layak lagi disebut “Rumah” entahlah, apapun sebutan yang pantas untuk tempat ini, pastilah jauh lebih buruk dari “Kandang” !!! mungkin agak kasar kedengarannya , tapi begitulah keadaannya.

Kami semua sibuk dengan urusan kami masing-masing,.
Ayah dengan pekerjaannya, berangkat dini hari, pulang larut malam atau kadang tak pulang sampai besoknya.
Ka’Bima sibuk dengan urusan dan sekolahnya, rutinitasnya seperti anak lelaki remaja pada umumnya, ia bertingkah seakan semua keadaan buruk itu tak pernah ada atau bahkan ia bertingkah seakan tingal di kos, dan tak kenal siapapun. Ka’Bima lebih banyak diam.
Yang ketiga Ka’Alia .. entahlah .. aku bahkan tak melihatnya saat bangun dan pulang sekolah .,, aku tak begitu tau tentang kehidupannya, melihat isi kamarnya saja aku tak pernah.
Dan yang terakhir adalah aku .. aku menjalani rutinitas sekolah dan bermain .. atau hanya sekedar dikamar mendengarkan lagu dan membaca.

Aku tak menyangka, bahwa semua itu berubah begitu cepat. Teringat masa masa indah bersama ibu dulu. Sangat menyenangkan! Aku tak tau siapa yang bisa ku anggap keluarga di tempat –rumah—itu aku hanya berfikir, jika mereka tak menganggapku keluarga mengapa aku harus melakukan mereka layaknya keluarga??. Itu hanya akan menguras energyku yang sudah banyak terbuang untuk persoalan ibu.

“Aku hanyalah manusia dengan hati yang terluka. Tak pernah merasakan apa yang setiap orang rasakan. Tak ada cinta, tak ada rasa, tak ada sayang .. hanya derita yang tersisa”

Kata kata yang terlontarkan hatiku memang benar. Aku tak pernah merasakan kasih sayang yang sebenarnya, bahkan saat aku tumbuh menjadi gadis --yang orang bilang—manis. Semua hanya khayalanku semata. Maka tak salah kalau aku tumbuh menjadi batu karang yang tertutupi lumut tebal. Karena dari dulu aku tak pernah diajarkan untuk membuka diri pada siapapun. Tak ada yang mengajariku bagaimana bersikap sebagaimana gadis seumuranku pada wajarnya. Aku sedih!
Namun, tak bisa lagi mengeluh atau hanya sekedar merintih. Aku hanya bisa menangis dengan hati yang terisis.

Aku ingin teriak tapi, mulutku justru bercakap. Aku ingin berlari, tapi kaki ku justru berjalan. Aku ingin merintih, tapi hatiku malah menangis. Heran rasanya aku dengan diriku sendiri, yang sepertinya dikendalikan sesuatu.
Dan aku tau apa itu. RASA… rasalah yang menuntunku melakukan semua ini. Bercakap dengan orang –orang yang menyakitiku dengan lembut atau bahkan tak bersuara. Berjalan dari kegelapan malam yang mungkin akan membunuhku bila aku tak bergegas pergi. Menangis dalam hati yang sesungguhnya sudah sangat terluka dan sebentar lagi akan patah.

***



“Ibu – apa kau pernah berfikir sebelum bertindak?? Karena inilah hasilnya, aku ..
tidak tidak.. bukan Cuma aku, tapi semua anggota keluargaku yang tersisa. Kami terluka akan apa tindakanmu! Apa kau pernah memikirkan ini?? sadarilah!! Bahwa kami membutuhkan orang yang benar-benar menyayangi kami setulus jiwa, bukan sekedar buaian semata!”

IV. BIARLAH ……..

Keadaan buruk itu tak hanya terjadi di lingkungan keluargaku .. . melainkan di lingkungan sekolahku juga ,, teman-temanku mulai menjauhiku ,, mereka bilang aku tak layak punya teman, orang seperti aku lebih layak tinggal di hutan tanpa penghuni .. !!
KASARR!!!! “apa yang sebenarnya mereka rasakan?? Aku bukan anak yang bodoh walau memang tak terlalu pandai .. ya .. biasa-biasa saja..,aku juga lebih banyak diam dan mengikuti apa yang mereka lakukan!!” aku membatin ,.

Biarlah .. ..
Aku memang tak layak punya teman. Tapi di saat keadaanku yang memburuk ada satu orang yang memperhatikan aku. Ia mau bermain atau hanya sekedar bercerita denganku . tak lain dan tak bukan ia adalah RIO ..
Ia menjadi satu-satunya temanku saat itu, karena … Kay .. ia membenciku saat hubungannya dan rio berakhir, ia bilang karena aku terlalu dekat dengan rio,. Setiap aku berpapasan dengan kay ia selalu memandangku dengan sorotan tajam dan api yang seakan menyambarku yang keluar dari bola matanya.
Tapi, ku biarkan dia berlalu ..

Beberapa waktu terakhir itu ku habiskan bersama rio .. harus ku akui , tak mudah melepaskannya, tapi aku tak bisa lagi mencintainya saat itu ,, aku juga tak tau mengapa. Dan yang kurasakan hanyalah keceriaan, kesenangan, keindahan persahabatan .. dengan rio ….

Bayang-bayang rio semakin nyata dalam kehidupanku kala itu. Selalu ku impikan saat-saat seperti itu .. aku dan rio .. hanya kami berdua. Hanya saja ..satu yang tak terelakan di fikiranku .. kay, ialah satu-satunya alasan aku melupakan rio, tapi sekarang kay sudah tak ada apa-apa dengan rio, bertemanpun tidak. Kabar terakhir yang ku dengar ,, mereka bermusuhan karena rio tidak suka pada sikap kay. Hanya itu yang ku tau .. tak lebih sedikitpun.

***

Kay adalah sahabat terbaikku. Aku tak pernah bermaksud untuk merebut apa yang ia suka, walau ia telah merebut apa yang ku damba dulu. Aku tetap menganggapnya sahabatku walau kami tak lagi berteman.

Rasa sedih yang menumpuk difikiranku semakin menjadi-jadi.
Yang ada di otakku saat itu hanyalah keluar dari masalah pertama dan merencanakan keluar dari masalah yang berikutnya.
Namun ,, semua telah terlambat … aku tetaplah aku ,, yang tak pernah bisa keluar dari masalhku sendiri, kecuali dengan bantuan orang lain. Aku sadar .. aku lemah tanpa orang-orang yang ku cintai.
Aku rasa .. aku mulai merindukan lagi kehadiran ibu disisiku walau hanya untuk sekedar menyeka air mata yang jatuh ini. Aku lelah .. ingin rasanya ku berlari ke tempat yang jauh dan tak ada orang yang perduli padaku.

Waktu tak pernah berhenti hanya untuk mengeringkan air mata ini.

Sudah saatnya aku bangkit kembali ..
Beberapa bulan berlalu,,
Kini sudah tiba untuk aku tersenyum.. bukan karena rio ,, kay ,, atau keluargaku. Tapi tentang kehidupanku selanjutnya.

***

Aku ingat .. siang itu sungguh terik. Banyak sekali orang yang berkumpul disekolahku , karena hari itu adalah hari keputusan aku lulus atau tidak. Senyum yang mengembang di wajah masing-masing siswa dan orang tuanya tak terlalu indah di wajahku. Aku tak terlalu bahagia, karena yang datang menemaniku bukanlah ayah atau ibu melainkan ka’Bima .. aku memang agak kecewa ,tapi, sudahlah! Ini semua sudah cukup membuat aku senang ..

“Aku lulus ..!” kataku sambil berteriak agak keras saking gembiranya .. ka’Bima memelukku. Baru kali ini setelah bertahun-tahun lamanya tak ku rasakan hangatnya pelukan keluarga. Sontak aku membalas pelukannya dengan erat. “aku menaruh banyak harapan padamu aii .. ku harap kau bisa menjadi apa yang terbaik bagimu !!” bisik ka’Bima dalam pelukannya.

Aku berhenti sejenak setelah melepaskan diri dari pelukan ka’Bima. Aku melihat seluruh isi sekolah .. ada yang menangiss karena tidak lulus dan ada juga yang menangis karena tidak ingin berpisah dengan teman-temannya.
“Tak ada yang patut aku rindukan disini selain seluruh isi sekolahnya!” batinku. Api dendam pada teman-temanku masih membara sampai saat itu , padahal saat itu lah terakhir kalinya aku melihat mereka.

Aku bertemu dengan rio sehabis pengumuman . aku menyampaikan rasa terima kasihku padanya, atas apa yang telah ia berikan di bulan-bulan terakhir di SMP. Aku juga mengatakan padanya, bahwa barangkali saat itu adalah saat-saat terakhir aku melihatnya. Ia terbelalak kaget. “mengapa?” tanyanya berharap ada jawaban logis dari ku. “ Aku hanya ingin memulai kehidupan baruku di tempat yang jauh lebih baik dari di sini, semua ini bukan berarti aku akan melupakanmu. Tapi aku ingin menjadi orang yang jauh lebih baik dari sebelumnya,” jawabku kala itu.

Tak banyak basa-basi .. hanya penjelasan singkat itu,. Lalu aku beranjak pergi menemui ka’Bima untuk pulang.

Sesampainya aku di rumah , tak ada yang menanyakan hasil kerjaku di SMP selama 3 tahun itu. Aku tak terkejut atas tingkah laku semuanya. Itu merupakan hal biasa bagiku saat itu.
Saat makan malam ..
Suatu hal yang tak biasa terjadi. Di meja itu semua anggota keluargaku yang tersisa berkumpul. Mereka menanyakan hasil jeripayahku di SMP. Kaget bukan kepayang .. .. “hah!! Apa ini nyata .. mengapa semuanya seakan terbalik dari biasanya???”
Aku tersenyum sesaat .. tak lama karena setelah itu keadaan kenbali normal.

***


Dalam malam yang kelam.. untuk yang kesekian kalinya aku berfikir tentang masa depan yang sudah menantiku itu.

Tak khayal aku mulai masuk kembali ke dunia kapuk ku .. mencoba menenangkan tubuh dan fikiranku sejenak yang telah lelah dan rapuh.

“bagaima kalau aku pergi ke tempat yang jauh dari semua hal yang membuatku lapuk selama ini… bagaima kalau itu benar-benar aku lakukan??? Kemana aku akan pergi?? Pada siapa nanti aku berlindung dari semua ini .. !!!”
pertanyaan-perrtanyaan yang tak pernah ada jawabannya itu menghantui aku lagi.

V . WANITA TERHEBAT!!

Sebenarnya aku tak rela melepaskan kehidupan penuh darah ini. Tapi mau bagaimana lagi. Ayah mengirimku ke rumah nenek ..
“Kenapa?? Kenapa ayah mengirimku ke sini??? Apa mereka sudah bosan melihatku .. ???!! apa aku salahh ,, bila ia , apa salahku!”
Tetap saja, walau aku kesal pada Ayah dan ka’Alia, aku tetap akan mencintai mereka. Mereka Satu-satunya yang ku inginkan saat itu. Aku menangis ,, tersedu sampai susah bernafas. Tak pernah ku bayangkan akan kehilangan orang-orang itu dalam sekejab.

***

Pagi sudah tiba .. aku terbangun dari tidur malam yang mengerikan .. karena membayangkan saat terbangun nanti. Ternyata memang benar suasana yang tak biasa ku rasakan. Bunyi gemericik air kolam ikan yang merdu, wangi bunga-bunga yang mekar di pagi, bau embun basah yang menyegarkan, dan sapaan hangat dari nenek. Semua itu tak pernah ku dapatkan di rumahku. Menyenangkan memang .. tapi, kerinduan akan ayah, ka’Alia dan ka’Bima tak terelakan.
“ Pagi Aii .. kau bangun pagi-pagi sekali, sarapan sajah belum siap” sambut nenek. “ iia .. “ jawabku sambil sedikit senyuman. “ Sarapan siap .. .. !!” sahut salah seorang pembantu di rumah itu. Kami pun duduk bersama di ruang makan itu , sambil meneruskan percakapan yang terpotong tadi, “ Bagaimana rencana mu aii?? Tentang sekolah barumu. “ Tanya nenek. “ entahlah. Aku belum memikirkannya, mungkin kau punya saran?? “ jawabku dengan nada kurang bersemangat . “ Aku sudah mendaftarkan kau di salah satu sekolah. Tidak terlalu dekat. Untuk itu saat pergi sekolah kau akan di antar ,, begitu juga saat pulang .. di jemput. “ . kemudian hening “lega rasanya mendengar sekolah baru itu jauh, tapi haruskah aku seperti terikat begini??? Aku sudah besar nenek!!” batinku.
“ nek .. kalau boleh, aku tak perlu di jemput atau di antar .. aku kan sudah besar. Aku bias sendiri. “ sambungku pelan .. berharap kata-kataku tadi tidak membuat dia marah. “ ohh iia .. .. tidak masalah kalau itu maumu. “ sahutnya. “huhhhhhhh … lega rasanya ia tidak marah!!”

Pagi itu topik pembicaraan kami adalah “ayah”. Nenek ku yang ini memang merupakan ibu dari ayahku. Ia mulai dari masa kecil ayah yang menyenangkan. Dan “bla bla bla blab la bla bla bla . .. . . .. . . . . BOSAN!!!!!! Aku disini bukan untuk mendengarkan curhatan seorang ibu tentang anak laki-lakinya.!!!!”

Tinggal di rumah nenek saat itu tidak buruk juga. Beberapa hari sebelum aku masuk sekolah, nenek dan para pembantunyalah yang repot mencarikan kebutuhan sekolah baruku. “hehehehe… … boleh juga “

***

Bersama nenek, membuatku mengerti kasih sayang seorang ibu pada anak dan cucunya. Ia mengajarkan aku tentang banyak hal di dunia ini yang lebih penting difikirkan, daripada harus mengunci diri dikamar seharian penuh.
Aku pernah bertanya pada nenek, apa yang sebenarnya ia bilang lebih penting itu? Dan inilah jawaban dari hati seorang ibu yang tulus ..
“Tuhan dan Orang-orang yang kau cintai. Hanya itu yang penting dari pada yang lain. Kehidupanmu … hal itu tak menjadi hal penting bagi nenek karena hidup sudah ada yang mengatur, yaitu Tuhan. Sedang kan Tuhan itu yang terpenting, jadi secara tidak langsung kau sudah mementingkan keduanya. Sementara orang yang kau cinta. Hmmm .. itu menjadi penting karena tanpa mereka, kita bukanlah siapa-siapa. Mungkin saja tanpa mereka kita tak punya nama, atau keluarga. Mereka berharga Aii! Resapilah itu. Sayangilah apa yang mereka cintai, karena dari situlah kau bisa mementingkan segala hal yang berhubungan dengan cinta.”
Sungguh! Aku terperanga mendengar kata-kata dari wanita berusia 70’an. Aku kagum pada nenek. Aku tau bagaimana ia diperlakukan oleh anak dan cucunya. Nenek memang tergolong mampu untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, tapi bagaimana dengan batinnya, yang selalu menghawatirkan anak dan cucunya. Aku merasa sangat hebat saat ini. Karena aku bisa memberikan kasih sayang walau hanya sedikit pada nenekku.

***


“Dialah cinta, Dialah keluarga ..
Sosok yang tak akan pernah aku lupa. Seseorang yang mengajarkan aku banyak hal tentang kehidupan dan bumbu-bumbunya. Segalanya berbeda saat itu.
Jauh lebih indah bersama Wanita tua dengan segala macam cinta ….”

VI. “S-A-H-A-B-A-T”

Hari pertama masuk sekolah….

Sungguh hari yang mendebarkan!! Aku gugup dan merasa ingin kabur. Namun, sesuatu yang menyenangkan terjadi hari itu, keadaan sekolah itu berbeda dengan saat di SMP, mereka tidak menganggap remeh padaku, disini juga aku punya sahabat karib .. namanya Dian Permata Zahra, sering ku panggil dian. Ia bukan orang yang lemah lembut. Sikap maupun sifatnya berbeda 100% denganku. Ia lebih kuat dari pada aku.

Dian membantuku dalam segala hal. Ia adalah sahabat, teman, keluarga, bahkan kakak untukku. Umur Dian memang lebih tua satu tahun dariku. Aku senang bisa bersahabat dengannya, ia membuatku kuat. Bukan dengan ceramahan konyol yang biasa dilakukan semua orang . melainkan dengan senyuman. Ia mengajarkan aku banyak hal tentang senyuman. Senyuman itu indah. Senyuman itu tentram. Senyuman itu sahabat. Aku mulai belajar untuk kembali tersenyum seperti dulu kala, tapi masih sangat berat. Entahlah! Aku hanya tak bisa melakukan yang tak ingin ku lakukan. Tapi aku berjanji aku akan tersenyum selebar-lebarnya pada dunia suatu saat nanti, itu janjiku pada Dian.

Kami menjalani bulan demi bulan bersama, dengan canda, tawa dan kegembiraan. Tak banyak perubahan yang terjadi di kehidupan baru ku saat itu. Bahkan untuk urusan “Cinta”. Aku belum berani memberikan atau menerima hati lagi.

Prinsipku saat itu adalah “ kalau kau berani jatuh hati,, kau juga harus berani patah hati” .. prinsip yang gila dian bilang. Iia .. dian tidak pernah merasakan apa yang aku rasakan. Dian jauh lebih beruntung dalam segala hal termasuk “Cinta”. “kau gila aii .. membuat prinsip yang seperti itu. Bagiku jatuh hati itu gampang dan tak perlu siap untuk patah hati, hingga sulit mempercayai hati pada orang lain” ungkap dian dengan nada mengejek dan sedikit tawa yang sepertinya menggelitik. “ itukan bagimu” jawabku singkat, tak mau berdebat tentang prinsip itu.

Semua tentang kehidupanku saat itu sungguh menyenangkan. Tak ada beban rasanya, walau pelajaran di SMA lebih sulit dari pada di SMP. Tak banyak cerita mengharu biru di sana, karena dari sanalah aku belajar menghargai diri sendiri. Aku hampir tak punya musuh saat itu, karena aku lebih suka menutup diri dari lingkungan sekitar .. mungkin karena trauma..

***


Putra Angga Irawan. Nama yang asing bukan?? Aku juga tak mengenalnya dekat. Yang ku tau, ia adalah teman satu sekolahku, tak satu kelas memang,,, tapi ia cukup dekat dengan dian. Karena itulah aku mau tak mau mengenalnya. Angga adalah tipe orang yang berbeda dengan Rio. Ia lebih santai dan ramah.,, tercermin jelas bahwa ia baik . semua terlihat dari raut-raut di wajahnya.
Belakangan aku tau bahwa Angga menyukaiku, jelasnya dari Dian. Aku senang .. tapi, aku tak bisa menyambut cintanya begitu cepat. Aku masih ragu akan diriku sendiri yang sepertinya belum bisa lepas dari bayang-bayang masa laluku tentang Rio.
“tak apa .. kau tak harus melepaskan bayangan masa lalumu itu!” kata Angga suatu sore, saat pulang mengikuti kegiatan di sekolah. “tapi .. ..” jawabku ragu. “tak apa, sungguh. Aku tak akan pernah memaksakan sesuatu pada orang yang ku cintai. Berjalan lah bersamaku, bersama waktu yang akan membawamu ke masa depan . bukan kembali ke masa lalu.” Jelasnya padaku, sambil memberikan tangannya .. yang seakan mengajakku beranjak dari masa lalu yang membelenggu.
Tak ku pungkiri, aku mulai menyukainya. Menyukai apa yang telah ia berikan padaku. Bukan barang atau kata-kata manis, hanya kehadiran dan kasih sayang, dua hal yang sangat aku butuhkan saat itu. Angga dan Dian.. dua orang yang amat berarti bagiku saat itu. Mereka adalah sahabatku ., sahabat terbaikku sepanjang waktu.

Sejak pembicaraan yang agak panjang antara aku dan angga .. kami jadi dekat, dekat dalam artian “sahabat!! ”
Tak lebih,, aku belum siap untuk beranjak lebih jauh dari sekedar sahabat….

***


“Aku pernah kecewa karena seorang teman,
Dan aku tak inginkan itu terulang lagi. Hanya satu yang kupegang saat itu, ‘Kepercayaan’ itulah yang terpenting bagiku …”

VII. KEMBALI

Keluargaku ..
Semenjak aku tinggal di rumah nenek ,, mereka baik-baik sajah. Kami jarang bertemu hanya sesekali saat weekend , tapi tak lama .. atau hanya bertegur sapa di telephone. Ini lebih baik dari pada aku harus menyaksikan kebinalan ka’Alia yang menjadi jadi saat tak ada aku.
Semua kisah tentang masa lalu ku selalu terpatri jelas di hati, mengingatnya membuat degub kencang di dadaku. Itulah kisahku, kisah yang sebenarnya tak ingin ku ingat lagi.
Aku masih duduk sendiri saat menyeka air mata masa laluku.
Kenangan ..
mungkin kata itu yang cocok untuk kisah ini, kenangan tak harus di ingat atau di kenang ,, cukup tersimpan dan menjadi pelajaran.
“ Aku sudah besar .. sebentar lagi aku jadi mahasiswa.. “ rona merah timbul di wajahku .. mengingat sebentar lagi aku lulus.

***


Aku berdiri sontak terkaget saat mendengar bunyi telephone di rumah sederhana ini.. memang beginilah aku sekarang, setelah tahun kedua di SMA, aku memutuskan menempati rumah masa kecilku, rumah dimana ada kenangan pahit tentang ibu , sekaligus masa kecilku yang murang. Aku ingin mandiri ,, sendiri dan tumbuh kuat di tempat yang telah membuat aku lemah, dian pernah mengatakan “ usaikan segala kegalauan hatimu, dengan mendatanginya,, mendatangi apa yang sejak dulu membelenggu hati manis yang terlukai itu”
Aku banyak belajar padanya. Belajar tentang menguatkan diri dan percaya diri.

Segera aku berlari untuk mengangkat telephone .
“ hallo” jawabku dengan terengah-engah .. lelah karena berlari .. “ hallo” jawaban dari seberang, suara laki-laki, agak berat, sepertinya suara ini ku kenal . “bisa aku bicara dengan aii??” sambungnya. “ iia.. ini aii. Ini siapa ya?” menjawab pertanyaannya tadi sambil meraba-raba, sepertinya suara ini akrab . “ini Rio. Hay aii .. apa kabarmu sekarang?? Lama kita tak berjumpa!” sahutnya dengan nada girang. “ R—Rio??? Oo hhh .. iia .. aku baik baik saja. Dari mana kau tau nomor ini??” balasku terbata-bata . “rrio??? Mau apa dia.. dari mana iia tau nomor ini???” aku membatin. “ hahah… senang mendengar suara lembutmu lagi.!!. aku tau nomor ini dari ka’Bima, aku bertemu dengannya tempo hari … lalu kami berbincang-bincang sebentar.”

Setelah percakapan telephone itu, aku dan rio sering jalan bersama, ke toko buku, makan siang , atau hanya sekedar menyegarkan mata di taman. Iia .. rumah rio tidak jauh dari rumahku sekarang , jadi beginilah aku.
Kenangan akan rio seperti mengeruak muncul ke permukaan. Kenangan tentang kisah cintaku padanya. Aku tak menyangka akan bertemu seseorang di masa laluku sekarang. Tak pernah terlintas sedikitpun di fikiranku akan kembali menaruh harapan pada rio. Aku lebih suka sendiri, tak terikat pada siapa-pun.
Aku hanya harus berusaha sekeras mungkin untuk tak melemah seperti dulu lagi .. hal yang aku suka, tak selamanya harus aku benci kan?? .. inilah aku dengan kehidupan baruku. Bersama tokoh utama pria di dunia kapukku. Bersama tiupan-tiupan angin masa lalu yang berhembus nyata.

***

“ aku pulang !!! “ sahutku saat memasukui pintu rumah. Tak ada siapa-siapa di sini, hanya aku dan beberapa perabot lama dan .. ..
Foto masa kecil???
aku mengambil album usang penuh debu itu, sambil duduk di dalam kelambu .. menyekanya dengan tanganku, memandanginya beberapa waktu. Dan kemudian membukanya ragu. Air mata yang telah lama tak terjatuh , kini tumpah ruah di dalam kelambu. Melihat senyum itu, senyuman masa lalu yang sungguh menyiksaku.
Aku tergolek lemah .. sambil memeluk erat album foto itu, aku lemah .. .. aku tau itu, aku merindumu ibu .. ayah .. semuanya ..
Dan kini aku hanya dapat terdiam .. tanpa siapapun di sisiku.

Sungguh malam yang mengharukan, aku tertidur dengan memeluk erat album foto. Sungguh tragis,, memang!

“Tapi kini aku tau bahwa , semua ini akan berakhir!! Pasti ,, aku yakin itu. Karena aku tau semua ini tak akan abadi, sama seperti kepergian ibu. Mungkin besok atau lusa mereka semua akan pergi. ….”

VIII. ALIA PUTRI NABILA

Setelah lelah berjalan-jalan dengan rio, aku pulang. Sesampainya di rumah .. “ada mobil ka’Bima!! Ada apa ya?? Tumben mereka datang sore-sore begini” akupun masuk ke dalam rumah bersama hawa-hawa penasaran yang menghantui.
“Ka’bima??” sahutku biasa .. dan kemudian kaget karena melihat wajah dan tubuhnya yang kelihatan lemah. “hai Aii” balasnya dengan nada lemas yang mengganguku. “ayo masuk” .. kamipun masuk ke dalam rumah. Aku membiarkan ia melepas lehahnya beberapa saat sedangkan aku menyiapkan minuman. “Ada apa kesini , tumben sekali??” tanyaku langsung ke tujuan, tanpa basa basi lagi “Aii,, aku ingin bicara serius denganmu. Ini masalah kakak mu .. K’Alia, ia sakit. Dan sekarang sedang tergolek lemah di rumah sakit. “ jawabnya panjang lebar. “A .. a p a?? kenapa bisa begitu??” sambungku dengan terbata bata. “ia sedang bersenang-senang kala itu, dengan seluruh teman-temannya. Ia mengendarai mobilnya, kemudian hilang kendali dan menabrak mobil yang lain tepat di depannya. Ia banyak kehilangan darah ,, sehingga tak sadarkan diri. Sekarang ia koma, sebelumnya ia ingin kau datang menemuinya disana. Aku dan ayah juga bingung harus berkata apa lagi padamu.” Jelasnya .
Aku masih sempat memikirkan apa yang terjadi pada kakak ku tercinta yang sering membuatku kesal bukan kepalang. Namun, dadaku berdetak tak karuan saat ini. Aku merasa gugup seperti mau di sidang atas apa yang terjadi pada ka’Alia.

***

Setelah percakapan sore itu , aku dan ka’bima langsung menuju rumah sakit malamnya. Sesampainya disana. . .
“apa ?? apa ini ..?? mengapa banyak sekali orang disini?? Apa yang sebenarnya terjadi disini??!! Mengapa ada orang – orang menangis!!”

Tiba-tiba dari arah dalam keluarlah ayah. Ia melihatku dan langsung merangkulku ke dalam pelukannya. Aku kaget, karena aku tak tau apa yang sebenarnya terjadi disini. Kemudian ayah melepaskan rangkulannya, dan mulai menjelaskan sesuatu padaku.
“Aii .. kakakmu .. Alia .. ia kecelakaan. Ia ingin sekali bertemu denganmu. Tapi .. “ perkataan ayah terhenti sejenak, aku melirik kearah k’Bima.. ia juga sedang menunggu lanjutan kalimat itu. “ Tapi ia pergi sebelum kau datang … “ nada ayah buyar .. air mata yang dari tadi tertahan kini tumpah ruah. “ apa maksudnya?? Mengapa aku tak bisa bertemu k’alia?? Mengapa ia meninggalkan aku sendiri .. tanpa sepatah katapun dari bibirnya?? “ batinku dengan mata yang memerah, K’bima tak sanggup menahan tangisnya saat kami bertiga memasuki ruangan , dimana tubuh k’Alia terbujur kaku .

K’bima dan ayah menjauh.. tak kuat menahan rasa sedih mereka. Tapi aku tidak .. aku mendekat dan menggenggam tangannya. Dingin rasanya .. “ ka’ .. kenapa?? Kenapa kau meninggalkan aku tanpa sedikit senyum manismu?? Kenapa begitu cepat ..!!?? jawab aku ka .. “ air mata tumpah di wajahku tanpa ku sadari .. aku sedih , melihat kakak ku tak bernyawa lagi “ tanganmu dingin, apa perlu ku selimuti? Kau kedinginan! Ayolah .. jawab aku!! Aku sangat merindukanmu, aku juga menyayangimu .. kau harus tau itu !” aku terus bicara pada tubuh tak bernyawa itu, aku tak percaya dia telah pergi meninggalkan aku untuk selama-lamanya.
Ayah menarikku menjauh dari jasad ka’Alia yang membeku oleh waktu. Aku berjalan keluar untuk menenangkan diri sambil mencari udara segar.

Kau jahat! Mengapa meninggalkan aku seperti ini? Ku mohon izinkan sekali saja aku melihat senyum manisnya. Izinkan aku memeluk tubuh hangatnya itu. Aku sangat menyayanginya. Sama seperti rasa sayangku pada ibu. Aku tau … aku bukanlah adik yang baik untuk kakak. Tapi, MENGAPA?? Mengapa kau harus pergi begitu cepat.. ??? belum sempat aku melihat kau tertawa bersamaku, belum sempat aku melihat kau lulus, belum sempat aku melihatmu menikah?? Semua itu memang hal sepele untuk sebagian orang .. tapi bagiku tidak. Semua itu penting! Sangat penting semenjak Ibu meninggalkan aku.

***

Aku terus berjalan di lorong-lorong rumah sakit yang kini mulai terang oleh lampu. Aku berhenti di halaman .. atau mungkin lebih tepatnya taman rumah sakit. Aku duduk di salah satu bangku kayu yang kelihatannya sudah tua, sambil memandang langit … sepertinya tak ada kata-kata lagi yang patut keluar dari mulutku, aku lemah, tak berdaya. Aku hanya ingin tidur saat ini. Sudah jam 10 lewat saat ini, tapi malam terasa sangat panjang dengan kepergian K’Alia. Kupejamkan mata dengan hati-hati, kubayangkan kakakku ada dan sedang berdiri dihadapanku, menatapku dengan sedikit senyum yang menggoda. Dengan gaun manis yang sangat anggun.
Saat sedang asik meratapi kehidupan ini, aku dikagetkan dengan suara berat dari seberang yang sepertinya ku kenal. Angga??? .. Ia, yang memanggilku itu angga. “Sedang apa disini?” tanyanya memulai pembicaraan. “hhm, kakakku sakit” jawabku masih dengan nada ragu , karena heran sedang apa dia disini . “Kau??” sahutku lagi. “Aku??” balasnya memastikan. “IIa kau.? Sedang apa disini?” tanyaku perjelas. “ Oh aku, . aku sedang berobat” Apa?? Berobat ?? disini?? Memangnya sakit apa dia?? Aku membatin .” oo .. Sakit apa ?? kalau aku boleh tau.” Sambungku. “tentu boleh. Aku mengalami kecelakaan dua hari lalu, lukanya agak parah. Kedua kakiku patah,.., dan luka-luka lain.” Jawabnya dengan santai .” santai sekali dia .. padahal itu pasti bukan kecelakaan ringan. Kenapa dia tidak terlihat takut sedikitpun?? “ .. “Kecelakaan apa? Lalu bagaimana kaki mu??” tanyaku dengan nada agak panik . “hahahahah.. sudahlah tak usah membahas persoalan kecelakaan itu. Dokter bilang aku tidak bisa lagi berjalan. Sedih memang. Mengingat aku sangat suka olahraga, tapi mau bagaimana lagi. Kalau memang takdir pasti sembuh sendiri.” Wow .. .hebat .. dia orang yang besar hati. Ku kira orang semacam itu sudah punah.. aku kagum padanya.

Malam sudah sangat larut, ketika aku memutuskan kembali ke kamar k’Alia dan Angga pergi ke kamarnya untuk istirahat. Masih menyusuri lorong-lorong kecil itu, udara terasa sangat dingin, sampai menusuk ke relung hati yang terdalam. Di tambah lagi dengan keadaanku yang tidak normal saat ini. Hati ku lebih tenang setelah berbincang dengan Angga. Bagaimana kalau aku yang jadi dia, huh! Tak terbayangkan!!

Ku buka pintu dengan sangat hati-hati. Tubuh ka’Alia sudah tidak ada, mungkin sudah dibawa ke kamar mayat. Yang ku tau besok acara penguburannya, karena hari ini cuara tak baik. Upss.. aku salah, ternyata ada orang. K’Bima?? Sedang apa dia disini?? Ku lihat lebih dekat wajahnya yang letih. Ooohh . sedang tidur .. ku kira apa .. mungkin sebaiknya ku juga tidur. Malam yang panjang. Aku , ayah, da ka’Bima tidur di kamar “bekas” ka’Alia terbaring.

***
Tak terasa pagi begitu cepat menjemput. Aku masih tertidur lelap sampai seseorang menggoyangkan tubuhku pertanda aku harus segera bangun. Dengan pengelihatan yang sedikit kabur dan tubuh yang lemas aku merangkak turun dari sofa. Ku tatap wajah semua orang di ruangan itu, tiba-tiba .. . ayah mendorong ku masuk ke kamar mandi. Sambil sedikit berteriak “ Aii ..!! cepat mandi. Kami hanya tinggal menunggumu. “
Matahari sudah menampakan diri saat aku dan seluruh keluarga mengantarkan ka’Alia ke tempat peristirahatan terakhirnya. Dunia terasa begitu cepat berputar, tetes demi tetes air mata jatuh dari mata setiap orang yang datang.
Kecuali aku, aku hanya terdiam tanpa sedikit kata pun dari mulutku. Aku hanya berfikir saat ini. “untuk apa aku menangisi sesuatu yang tak akan kembali?.. bukankah semua hanya akan melelahkan?! Aku sudah merelakannya pergi, jadi pergilah .. pergi tinggalkan dunia ini.” ka’Bima melihatku hanya bengong dengan mata sayu. “Ada apa?” sahut ka’Bima, yang segera membuyarkan lamunanku. “eh .. apa?? Tidak ada .. aku hanya ..” jawabku agak terbata-bata karena kaget., “hanya apa? Sedihkah ??? “ .. “tidak”

***

Terik datang, harupun menghilang..
Aku dan keluarga sudah sampai dirumah “hhmm . . mungkin lebih tepatnya rumah ayahku.. karena aku tak menetap lagi disini”

Tak ada penyesalan yang tersisa di hatiku saat ini. aku sudah rela dengan alur kehidupanku yang berlika liku ini, aku bisa apa?? Tersadar dari lamunanku .. ka’Bima sudah berdiri dengan memegang secarik kertas .. “ Untukmu aii .. dari kakakmu .. maaf aku baru memberikan sekarang” tak lama setelah ka’Bima bicara surat itu sudah ada di tanganku dan ka’Bima melenggang pergi dari tempatnya semula.

Untuk , Haiira Putri Amanda,
Dimanapun kau berada . . .

Maaf aku tak bisa menyiapkan sarapan setiap paginya. Maaf aku tak bisa mendengarkan cerita-cerita menyenangkanmu saat remaja. Maaf aku tak bisa jadi kakak , saudara, teman, bahkan IBU untukmu. Maaf aku tak sempat mengucapkan selamat ulang tahun atau hanya sekedar sapaan yang mungkin penting bagimu .“aku sayang padamu”. Aku senang kau adalah adik ku .. adik terbaikku. Jujur aku iri melihatmu, iri melihat kebahagiaan yang aku sendiripun tau itu hanya sekedar tipu daya, aku iri melihat wajahmu yang cantik jelita persis seperti ibu, aku iri .. karena aku tak bisa menjadi seperti itu.
“Haiira Putri Amanda” nama yang indah bukan. ?? asal kau tau saja, saat ayah dan ibu memberikan nama mu itu , aku sangat berharap bahwa aku adalah dirimu,. Kau sangat beruntung, mendapatkan nama seindah itu.
Aku sangat ingin mendengarkan kau bercerita tentang pacarmu saat di sekolah. Aku ingin kau benar-benar memanggilku Kakak . . . aku ingin sekali memelukmu, menatap wajah indah nan syahdu itu.
Maaf kalau aku tak sempat mengucapkan sepatah-dua patah kata padamu. Tapi yang harus kau tau hanyalah “Aku Mencintai mu . . . . “

Mungkin kau tak akan pernah tau aku masih akan ada atau tidak, bahkan akupun tak tau. karena itu aku memintamu untuk selalu tersenyum jika mengingatku . . .
Love.
Alia Putri Nabila


Aku tersenyum dalam tangisanku saat membacanya,
“aku juga sayang dan cinta padamu ka’. . .”
Mungkin hanya kalimat itulah yang penting saat ini.
Tulisan yang sejak dulu aku impikan, aku sangat menyukai tulisan ka’Alia. Indah .. rapih .. dan membuat pembaca senang.

Ka’Bima pernah mengatakan bahwa ka’Alia sempat dirawat sehari sebelum ia ‘’pergi’’. Dan mungkin ia menulis surat saat itu, hanya perkiraanku. Aku sedikit lega karena kini aku tau, kalau kakak perempuanku tidak membenciku. Ia hanya mencoba melarikan diri dari dirinya sendiri yang tak pernah lepas dari bayang-bayang ibu,aku tau .. ka’Alia lah yang paling terluka atas kepergian ibu. Ia sudah agak besar saat itu, walau aku juga terluka tapi , ialah yang merasakan sayatan pisau kekejaman ibu. Karena itulah ia bersikap dingin pada semua orang yang mengingatkannya pada sosok ibu.
Rasa rindu sangat terasa di suasana yang seperti ini. dingin dengan rintik-rintik hujan yang membasahi bumi seakan turut berduka atas kepergian ka’Alia. Aku tersenyum melihatnya, aku senang .. karena mungkin memang lebih baik ia ‘disana’. Aku memalingkan muka dari jalan yang kini basah oleh air hujan.

***

Aku duduk disana.. teringat masa-masa SMP dulu., disinilah aku menangis, marah, senang dan lain sebaginya .. tanpa siapapun yang mau mengetuk pintu kamarku. Semua fikiran dan khayalku buyar saat ka’Bima berteriak memanggilku dari bawah.

RIO?? Mau apa dia kesini??..
Dengan tampang yang memuakan ia berjalan ke arahku, rasanya aku baru turun tangga,, mengapa ia sudah di hadapanku, cepat sekali. “Mau apa kau?” tanyaku langsung ke pokok perkara. “Ah, tidak .. ku dengar ka’Alia . . . sudah pergi. Aku datang hanya untuk menghibur.” Jawabnya dengan tampang yang mencurigakan, senyum yang manis dan gerak tubuh yang mungkin sedap dipandang. “Oh!” sahutku. “Hanya ‘oh’ kah yang ada di fikiranmu saat ini. atau kau terlalu terpukul dengan kepergian kakakmu… ?? Hmmm ..,, bolehkah sekarang kita duduk?” .. “oh iiah .. silahkan duduk dimanapun kau suka”.
Entah .. sejak kapan tepatnya aku mulai tak ‘suka’ pada RIO. Awal pertemuan kami setelah sekian lama biasa saja, tapi mengapa sekarang aku jadi seperti ini??
“Kedatanganmu ini???” mulai ku “Untuk menemui sahabatku?” jawabnya enteng. “ aku hanya teringat masa lalu yang membawaku kembali ke rumah ini, menemuimu”. Dan . . . . . . seterusnya .. kami berbincang .. . . . . . ..

dalam suasana yang serba masa lalu ini, aku sedikit tertarik padanya,. Ia jauh berubah dari yang dulu. Ia lebih terbuka dan yah mungkin baik. Tapi tak mengurangi image ‘cool’nya .. hehehehehehe . . .
Tak terasa hari sudah petang, jadi rio pun juga sudah pulang.

Aku sendiri lagi . .. . . . .huft ---

***

“Salah satu yang terindah adalah dirimu,.. kau yang ada bahkan sebelum aku ada. Entah mengapa kau yang pertama pergi.
Ingin rasanya memutar kembali waktu yang telah terbuang dan sia-sia. Tapi, semua tak akan kembali hanya demi adik kakak yang saling merindukan.”

IX. TUAN MATAHARI

Hari yang melelahkan …
Saat aku membuka mata yang masih berat. Tak ku sadari aku sudah berada di rumah “ibu”ku. “mengapa akhir-akhir ini sering terjadi hal yang aneh?”
Memang, setelah hari-hari penuh kepedihan itu – kepergian ka’Ali – . Aku sering merasa melewatkan sesuatu atau beberapa waktu dalam hidupku, maksudnya .. aku tak bisa mengingat hal apa saja yang terjadi di sebagian waktu, seperti hilang ingatan, tapi tak seberat itu. Aku masih bisa mengingat hal-hal aneh dalam hidupku yang lainnya. Hanya beberapa saja yang sepertinya ‘terhapus’ atau ‘dihapus’ ..
Aku pernah membicarakan keadaan aneh ini pada ka’Bima, dan ka’Bima bilang .. “Itu hanya karena kau terlalu lelah. Beristirahatlah beberapa waktu, lupakan segala kegundahan hatimu. Buang yang tidak penting lagi sekarang. Jalani hidupmu seakan semua ini tak pernah terjadi.” Jawabnya panjang lebar.

***

Kehidupanku disekolah biasa saja, tak jauh berbeda dengan sebelumnya. Ada Dian .. Guru-guru yang aneh dan membosankan .. dan Angga … entah mengapa aku mulai mengaguminya --Aku lupa-- mungkin semenjak aku bertemu dengannya di taman rumah sakit beberapa waktu lalu. Ia terlihat sangat tegar.. bahkan sekarang ia sering bersama aku dan dian. Ia tak seperti laki-laki remaja yang lainnya, ia tak lagi bisa melompat dan membuat para gadis di sekolah lemas tak berdaya. Ya ..ia memakai kursi roda saat ini.

Ku tatap matanya untuk beberapa saat, kuat..tegar..baik..tulus.. itulah yang terlihat dari secercah sinar dari matanya .. dan … “kenapa?” sahutnya mengagetkanku, “Ah .. apa? Kenapa??” jawabku terbata-bata. Aku memang menatapnya sedari tadi saat dian sedang asik mengoceh sana sini. “Kau! .. kau memandangiku seperti itu?.. kenapa?” tanyanya sambil memutar tubuhnya yang sekarang berhadapan denganku. “Ah .. tidak .. aku hanya, hmmm, hanya iseng! Heheheeh” bantahku. “ok.. alasan yang tidak masuk akal lagi Aii . . “ balasnya sambil tersenyum manja.
Aw !! Aku hanpir saja ketahuan menatap mata seorang lelaki yang manisnya tak tertahankan! Bahaya… bisa-bisa ia menganggapku … … ah tidak tidak, yah .. memang harus ku akui aku mengaguminya, karena ia orang pertama yang mengajarkan aku bahwa “hidup ini indah”. Tapi, bukan berarti aku menaruh hati padanya kan …

***

Siang yang terik, saat ku pulang sekolah menuju rumah.
Dan sampailah aku, ditempat yang memang seharusnya ku berada. – rumah—jadi ingat, dulu saat semuanya masih ada di rumah ini, setiap pulang sekolah aku selalu disambut dengan sapaan hangat ibu dan aroma lezat makanan dari dapur. Sekarang?? Jangan ditanya, dapurku saja hanya sesekali mengepul. Bukan karena tidak ada uang untuk membuatnya mengepul kembali, ayah selalu mengirimkan uang setiap bulannya. Hanya saja, aku tak bisa masak. Sebenarnya aku punya pembantu .. tapi sekarang ia sedang pulang kampung. Hufttt.. sungguh sial nasibku. Tak bisa masak, dan tak ada yang bisa memasakan. Mau beli makanan di luar.. ah malas.
Akhirnya aku memutuskan untuk mengisi perut dengan sepotong roti sisa tadi pagi yang tidak habis. Sambil membaringkan tubuh di ranjang empuk yang tergolong sudah tua itu aku mengunyah roti. Tiba-tiba hpku bergetar .. Angga??

From : Angga
15.00

haii
. . Aii??
Apa aku mengganggumu.? Aku hanya ingin mengajakmu pergi sore ini, ketempat yang kuharap kau suka.
Bisa kah?


Ah? Apa ini? kenapa aneh sekali.. ah sudahlah,
Aku membalas pesannya dan berkata iia, kami janjian bertemu di persimpangan toko buku yang biasa aku dan dia kunjungi.

***

Waktu yang sangat mendebarkan. Aku sangat suka saat-saat seperti ini. aku pergi dengan harapan .. semua yang akan ku lihat nanti akan menjadi hal yang indah yang ku dapat dari Angga.
Aku sudah menunggu di persimpangan toko buku saat angga dengan tergesa-gesa mendorong kursi rodanya.
“maaf yah. Aku terlambat!” dengan nafas yang tak beraturan ia mencoba meminta maaf. Aku hanya tersenyum melihatnya. “tadi aku harus mengantarkan adikku dulu ke rumah temannya.” Ia mencoba menjelaskan berharap aku tak marah. “tak apa. yang penting kau sudah menepati janjimu untuk datang.” Jawabku santai.
Kamipun berjalan., aku mendorong kursi rodanya dengan hati-hati. Aku memutuskan untuk berjalan kaki karena, entahlah.. aku hanya suka menikmati suasana sore hari di kota yang padat dan sibuk ini. Angga menunjukkan arah kemana aku harua mendorong dan berjalan untuk ke tempat yang ia maksud. Aku berhenti sejenak, dan duduk di bangku taman kota sejenak untuk melihat wajahnya yang mulai memerah saat aku menatapnya.
“mengapa kau behenti?” tanyanya ragu, sambil membuang muka seakan malu. “tidak, aku hanya ingin bertanya padamu. Bolehkah?” jawabku “b. …boleh, tapi tidak dengan tatapan menakutkan itu!” .. “hahha,, ya ya, aku tau. Aku hanya bercanda. Ohya, mengapa kau ingin sekali membawaku ke tempat yang kau maksud itu?” Tanyaku langsung. “tidak ada .. aku hanya ingin di temani. Tidak apa kan?” jawabnya sudah sedikit rileks. “ya tentu” ..

Matahari tinggal setengah saat kami sampai di tempat itu. Cukup jauh, namun . indah ………….. sekali. aku tak memalingkan muka dari sinar hangat yang begitu menggoda itu sampai Angga harus menggoyangkan tubuhku agak keras. “kau tau Aii, aku sangat menyukai matahari. Karena dari sanalah aku mencoba kuat dan tegar. Aku tak sehebat yang kau pikirkan, aku hanyalah korban penyiksaan yang tak pernah mendapatkan kasih sayang sebelum ini. Ayahku gila, karena bangkrut. Ia membunuh ibu didepanku. Mempertontonkan hal yang tak sepantasnya dilihat anak seumur jagung itu. Aku tak bisa berbuat apa-apa, pada saat anak-anak lain bersiap dengan seragam putih birunya, aku malah lari dari rumah bersama adikku. Aku lari kerumah bibiku. Dan sampai sekarang aku tinggal disana bersama adik, bibi, dan pamanku.” Ia memulai kisah yang aku tak tau harus memberi tanggapan apa. “aku juga sama denganmu. Ibuku pergi, tapi bukan meninggal .. itulah yang membuatku sedih, seandainya ia meninggal aku akan lebih senang karena aku tau dimana ia berada. Tapi ia malah pergi tanpa kabar dan meninggalkan aku, ayah, dan kakak-kakakku. Baru-baru ini kakak perempuanku pergi ke kedamaian abadi. Ia meninggal. Aku tinggal sendiri sekarang, aku tak mau tinggal bersama ayah dan kakak laki lakiku karena luka masa lalu yang tak terobati. Kita sama” sambungku.

Kami mulai dari masa lalu yang “agak” sama. TERLUKA itulah yang sama-sama kami rasakan. “Matahari? Kenapa matahari?” tanyaku bingung. “kau tau, matahari itu tak pernah letih atau hanya sekedar mengeluh karena lelah bersinar. Ia hebat .. sangat hebat, bisa menerangi seluruh jagad raya ini. bahkan ia memberikan sedikit sinarnya pada bulan .. agar bulan juga menderang. Nah.. aku ingin seperti matahari yang tak pernah mengeluh, tetap tegar dan hebat. Aku juga mau menjadi sesuatu yang berarti bagi orang-orang disekitarku”. Aku terperanga mendengar jawabannya. “aku mau menjadi bulan dan kau mataharinya”. Ia menatapku serius .. lalu ku lanjutkan “karena aku ingin menjadi sepertimu, paling tidak aku mendapatkan sedikit semangat darimu, tuan matahari. Hahahah” Ia tertawa mendengar lanjutan kalimatku.

Aku senang. Melihat dunia seakan tersenyum pada aku dan angga. Kami tertawa girang sembari bercanda.. semua beban yang selama beberapa tahun ku pikul , kini rasanya hilang entah kemana, mungkinkah masuk kedalam bumi. Atau aku mulai bisa menghargai arti sebuah senyuman?? Entah …. Yang pasti aku ingin terus merasa seperti ini. seakan sedang melayang layang di udara dan membiarkannya terbawa angin.


***


Aku terbangun dari tidur yang begitu lelap, saat matahari belum tampak. Sungguh malam yang dingin namun menyimpan banyak misteri.
Jam berapa ini? kenapa aku terbangun mendadak begini, padahal tadi sore sangat melelahkan.

Tak ada siapa siapa saat aku menggenggam gagang pintu dan memutarnya untuk membuka kayu reot itu. Aku duduk didepan Tv sambil menggosok gosokan mata yang terasa masih berat. Tak ada niat untuk kembali tidur, besok hari minggu jadi libur.
Entah, ada angin apa aku ingin naik ke atas dan pergi ke balkon. Memandangi langit sunyi yang tak berpenghuni, namun tetap terlihat indah dengan hiasan hiasan bercahaya yang disebut bintang. Aku memalingkan muka ke sudut yang lainnya.
Ada bulan! Wah, beruntung sekali menjadi bulan. Bisa mendapatkan sedikit cahaya dari tuan matahari yang gagah nan hebat itu. Andai aku seberuntung dia –bulan—pasti aku akan selalu bersinar siang dan malam, untuk membuat orang-orang tercintaku bahagia.

Udara begitu menusuk saat aku memutuskan untuk masuk ke dalam dan menikmati secangkir teh panas, yang dulu sering ibu buatkan untuk ayah. rasanya seperti nostalgia. Tak seburuk kemarin, hal ini tak menyebabkan air mataku berlinang. Sedikit lebih asik dari sebelum sebelumnya. Apa mungkin karena Angga?? Entahlah, karena apapun itu aku menikmatinya.

***


“Inilah dia …
Kisah baru Tuan Matahari dan Putri Bulannya.
Kisah indah di Negeri awang-awang yang terasa sangat nyata. Baru akan dimulai ..
Maka duduklah disampingku dan mari kita dengarkan kelanjutan kisah mereka”

X. MENAKJUBKAN BUKAN???

Pagi yang hebat, aku tak tertidur semalaman, ketika terbangun.
Mata merah cukup membuat tetangga-tetangga heboh, mempertanyakan apa yang terjadi denganku. Aku keluar rumah dengan pakaian rapih dan mata yang memerah. Tak ada yang berani menyapaku, hal ini tak pernah terjadi sebelumnya, mungkin karena mereka tau aku sedang tidak ingin di ganggu.

Hari ini aku tak tau mau kemana, yang pasti keluar dari rumah dan berkeliaran bagai orang gila. Sempat berfikir untuk melakukan itu, tapi aku tak cukup bodoh untuk menyianyiakan hari ini. jadi ku putuskan untuk pergi ke makam ka’Alia. Untunglah aku berpakaian yang sesuai situasi.
Tak ada siapa-siapa di makam jam begini. Jadi aku lebih leluasa untuk menangis,. Tapi tak kulakukan itu, aku hanya duduk terdiam memandang batu nisannya. Ku elus perlahan dan aku tersenyum, aku hanya ingin menwujudkan keinginan ka’Alia agar aku tak menangis bila mengingatnya.
Aku tak belama-lama disana, karena makam mulai ramai dan aku tak nyaman dengan keramaian itu. Aku berjalan meyusuri jalanan, akhir-akhir ini aku lebih sering berjalan kaki.. aku lebih suka hal itu dari pada pakai kendaraan. Akhir pekan jalanan memang selalu ramai.

***
Kakiku melangkah ke tempat dimana aku pertama kali bertemu Rio. Di SMP ku dulu.. ia … tak ada siapapun disana. Hanya penjaga sekolah yang ternyata masih mengenalku. “De Haiira?? Iaklan?” Tanya Pak Ahmad sang penjaga sekolah yang setia. “iah. Ini saya pak. Haiira. Bapak apa kabar?” sambungku dengan nada agak lembut. “Baik baik. Oh ia, ada apa de’Haiira kemari?”jawabnya ramah. “ah tidak, saya Cuma pingin keliling sekolah lama .” .”perlu saya antar De’?” tawarnya. “tidak. Tidak usah saya bisa sendiri kok”. Pembicaraan selesai di situ dan aku melanjutkan niatan keliling sekolah sementara pak Ahmad melanjutkan perjaannya.

Rasanya sudah lama sekali aku tak kesini. Suasana hening yang membuat aku teringat bahwa dulu disinilah cinta pertamaku bersemi. Aku duduk di bangku dari semen di taman sekolah yang berada tepat di tengah-tengah bangunan. Dan memalingkan wajah ke sisi kanan, disana.. disana aku melihat seorang laki-laki bertubuh jangkung, yang sepertinya tak asing.
“Hy.” Ku coba menyapanya. “Hi.” Jawab laki-laki itu sambil mencari cari siapa yang memanggilnya. “Aii?” sahutnya kaget. “Rio?!sedang apa kau disini?” tanyaku kaget. “aku hanya sedang nostalgia., dan mendokumentasi beberapa hal penting. Kau sendiri?” jawabnya . “entahlah, aku tak tau angin apa yang membawaku kesini, aku hanya sedang ingin melihat beberapa kisah masa lalu yang tersisa di tempat ini.” balasku .
Tak kusangka aku akan benar-benar bertemu sosok yang paling menakjubkan saat di SMP dulu, ku pikir aku hanya akan bertemu bayang bayangnya.

Huh! Rio, mengapa kau selalu datang di saat yang tidak tepat? Mengapa tak dari dulu kau datang padaku, mengapa semuanya serba terlambat?.

Pertempuran aku dengan masa laluku baru saja dimulai, aku bersemangat sekarang. Apa mungkin tuan matahari memberikannya untukku? Heheheeh. Pertempuran dengan rio yang kini berdiri dengan tampan di hadapanku. Aku tak tergoda, hanya tertarik untuk melihat lebih dalam di dirinya, seperti apa sebenarnya dia.

Ia mendekat dan menatapku lekat lekat. Aku tak memalingkan wajah hanya melihat pada mata indah yang misterius itu. “Apakah aku terlambat Aii?” tanyanya. “terlambat apa?” aku balik bertanya. “Mencintaimu” ia tampak serius dan itu menyenangkan. Aku menjauh dan duduk di bangku yang sedari tadi aku duduki. “Cintailah aku seperti sahabatmu. Cintailah aku sepatutnya. Agar kau juga bisa merasakan cinta dariku” sungguh pernyataan yang tak terpikir olehku yang tiba-tiba saja keluar dari mulut. “Nadamu menantang aii.” Sahutnya. “tidak, aku hanya berfikir bagaimana kalau kita coba berteman seperti dulu, atau lebih baik lagi. Aku hanya bisa mencintaimu sebagai sahabatku saat ini.” jelasku. “ tak adakah cinta murnimu untuk sahabatmu ini? cinta yang seutuhnya cinta. Bukan untuk sahabat, melainkan untuk teman special.” Bujuknya. “aku sudah punya cukup teman special Rio. Dua orang teman yang bisa mengajarkan aku banyak hal yang aku sendiri meragukan kau akan mengajarkan itu padaku.” Jawabku.

Tanpa memandangnya aku berdiri dan berjalan dengan senyum menggantung yang sedikit membingungkan dan dengan melambaikan tangan untuk ucapan selama tinggal.
Setan apa yang sedang masuk ke dalam tubuhku ini? mengapa aku menjadi lebih bersemangat dan berani.?? Apa ini karena Angga? Bukan bukan .. aku yakin bukan angga.. tapi diriku sendiri yang mulai bisa menghargai hidup yang indah ini. pribadi baru mulai muncul ke permukaan. Inilah aku sekarang!.

***

Aku melenggang dengan santai keluar pagar sekolah lamaku. Dan melanjutkan perjalanan menuju diriku yang lebih baru lagi. Tiba –tiba aku ingin bertemu dengan Angga. Dan akupun memutuskan untuk ke tempat yang kemarin aku datangi bersama dirinya, aku berharap dia ada di sana.
Dan .. . .. . .. ya, ia berada disana. Sedang menulis sesuatu dengan santai sambil duduk di rerumputan yang hijau. Aku memanggilnya sambil melambai. “Angga” sahutku. “Sudah kuduga kau ada di sini” tambahku. “Aii .. sedang apa kau disini?” Tanya dia agak sedikit terkejut. “Aku . . . aku hanya sedang ingin melihat dan bertemu tuan matahari ini. heehehe” jawabku dengan santai. “hahaha ,, aneh aneh saja, ayo duduk disampingku.” Ajaknya. Akupun duduk disampingnya dengan senyum yang mungkin agak berlebihan. Suasana hatiku saat ini memang sedang baik jadi ekspersiku juga menyenangkan.

Memandang senja yang begitu indah membuat aku terbuai dalam lamunan panjang dan kembali pada “Dunia Kapuk”ku. Aku berkhayal semua yang terjadi beberapa waktu lalu tak pernah terjadi, walau sesungguhnya aku tau itu tak mungkin. Angin mendorongku untuk bersandar pada sebatang pohon yang mungkin sudah sangat tua, karena ukurannya yang besar dan entahlah.. aku hanya berfikir pohon itu sudah tua, itu saja. Tak ada sepatah katapun yang terucap dari bibirku, saat ini aku hanya ingin menikmati suasana yang entah kapan lagi bisa ku rasakan . suasana yang membawaku pada bayang –bayang masa lalu yang selalu menghantui, namun kali ini agak berbeda, aku menikmatinya seperti sedang menyantap makanan baru tapi tak asing yang sangat lezat. Mugkin sudah sekitar sejam aku berdiam diri seperti ini tanpa sidikitpun kata, dan Angga .. Ia juga tak berbicara bahkan menatapku saja tidak. Ia hanya sedang asik dengan buku tipis yang agak lebar yang sedari tadi menemainya. Kami diam … sampai ia tersadar. “hey apa kau datang hanya untuk mendiamkan sang tuan matahari ini?” ia mulai membuka mulutnya dan berbicara tanpa menatapkau sedikitpun dengan sedikit bumbu senyumannya. Aku tersenyum melihatnya dan lantas berkata “tidak.” Jawabku singkat. “hanya tidak?” sambungnya, kali ini matanya menuju ke arahku. “tidak … aku hanya ingin bersamamu saat ini?” jawabku sambil membalas senyumnya yang sedari tadi mengintaiku. “bersamaku? Benarkah?” Tanya angga agak serius, tapi tetap terlihat manis. “ya. Bersama tuan matahari yang mengubahku menjadi seperti ini” jawabku lagi. “kau bercanda.. bukan aku yang mengubahmu, tapi dirimulah yang melakukan semua itu.. mungkin kini kau sadar bahwa kau bukan satu-satunya manusia di muka bumi ini yang merasakan kekecewaan. Mungkin kini kau tau bahwa banyak sekali orang yang menyayangimu.” Pernyataan panjang itu membuat suasana hening sesaat, dan kembali serius ketika aku memulai kembali percakapan yang sempat terhenti beberapa saat. “terima kasih! Terima kasih atas semuanya. Karena kau lah aku jadi sadar, karena kaulah diriku tau bahwa aku bukan satu-satunya manusia yang terluka!” sambil memalingkan muka yang kurasa mulai memerah. “jadi menurutmu aku juga terluka? Kau salah.. aku tak akan terluka jika kau ada di sini, disampingku sambil tersenyum seperti saat ini” sungguh kata-kata yang membuatku bergidik. Apa benar yang sedang berbicara denganku ini adalah angga.?? Ia tampak aneh hari ini.. tak seperti biasanya. Ia jauh lebih terbuka tentang perasaannya, yang ku akui aku menyukai keterbukaan itu.

aku meliriknya sambil tertawa. Aku tak tau ia tersingggung atau bagaimana, tapi yang pasti adalah aku hanya sedang ingin tertawa. Tertawa bersamanya. “mengapa kau tertawa? Ada yang lucu?” sahutnya melihatku tertawa girang. “ ti.. tidak ..kau hanya terlihat lucu saat serius!” jawabku sambil menahan tawa yang kini tumpah .. aku takut ia tersinggung. “baiklah. Kalau menurutmu itu lucu. Sekarang pejamkan kedua matamu.” Aku pun mengikuti perintahnya. “jangan berfikir tentang apapun. Rasakan hembusan angin yang terasa membelai-belai rambutmu. Hirup udaranya, seakan kau adalah manusia baru yang sedang belajar bernafas. Jangan biarkan pikiranmu melayang, tetap konsentrasi pada aroma padang rumput dan bau menggoda matahari. Sekarang .. khayalkan, kau sedang berdiri di pinggir tebing yang indah sekali dengan matahari yang terasa begitu dengat denganmu. Lalu buka matamu sekarang!” perintah terakhirnya membuatku agak kaget. Lalu ia melanjutkan “ apa yang akan kau lakukan bila kau benar-benar berada pada sebuah pilihan. Hanya ada dua pilihan .. mati dengan tenang dan senyum yang mengembang atau tetap hidup dengan keragu-raguan, artinya tak ada jaminan kau akan tenang dan tersenyum. Dengan menghela nafas dalam dalam, aku mencoba menjawab pilihanku. “ Hidup. Itu pilihanku. Aku akan tetap hidup walau tak ada jaminan akan tenang dan senang, karena dari hiduplah aku bisa belajar merasakan ketenangan dan senyuman senang itu. Terlalu bodoh kalau aku memilih untuk mati. Karena jaminan itu belum pasti, bila di dunia saja kau tidak tenang bagaimana di sana. Hanya itu pemikiranku saat ini. “ pilihku dengan mata yang berbinar-binar. “kau hebat!” ia memujiku sambil bertepuk tangan kecil. “tak ku sangka kau akan memilih hidup … kau memang benar benar pantas untuk dicintai semua orang bahkan masa lalumu yang mungkin kini kau rindukan!” .. Pembicaraan kami agak serius sore itu, sampai malam tiba dan Angga mengantarkan aku pulang.

Tak enak rasanya karena harus membuat Angga susah dengan mengantarku pulang tapi, mau apa lagi ia yang memaksa.
***

Aku sampai dipagar rumah saat Angga mengatakan sesuatu “Selamat malam putri bulan. Ku harap kau bisa tidur nyenyak dan bangun pagi, agar tak terlambat lagi!” kata-kata terakhirnya membuatku tersenyum malu, lalu ku lambaikan tangan pada Tuan matahari itu yang melangkah pergi menjauh. “jadi ..kebiasaan terlambatmu belum juga hilang? Putri Bulan?? Itukah panggilannya kepadamu?” suara yang tak asing kini datang dan sedikit menganggu. “Rio? Mau apa kau kesini malam-malam?” tanyaku sambil memutar badan menghadapnya. “Jadi dia teman spesial itu?” sahutnya tak menjawab pertanyaanku melainkan mengajukan pertanyaan tentang Angga. “Dia hanya teman” jawabku datar, tak ada rasa ketakutan yang melanda sejauh ini. “Hmmm… Maaf, tapi aku meragukan jawaban mu. Aii” Ia mengerenyitkan dahi sambil menopang dagu dengan telunjuk kanannya. “Terserah kau mau bilang apa Rio. Yang pasti kau bukan siapa-siapa aku, dan tentu kau tak berhak tau banyak tentang aku. Terima kasih atas suguhan malamnya, tapi aku mengantuk dan ingin tidur. Selamat malam Rio .. semoga kau mimpi indah dan berhenti mengurusi urusan orang lain” kalimat terakhir yang ku ucapkan padanya mungkin sedikit kasar, tapi biarlah …

***

“Semoga akan selalu seperti ini …
Hanya aku dan kekuatan baruku bersama semangat baru Tuan Matahari.”

All Content